Selasa, 28 September 2010

Andi Bs Asmarani


HUBUNGAN ANTARA KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA


A. Kondisi Sosial Ekonomi

Berbicara tentang kondisi sosial ekonomi suatu komunitas masyarakat, maka tidak terlepas dari ketersediaan beberapa sarana perekonomian, seperti tempat perbelanjaan atau pasar, tempat pelelangan seperti pasar ikan dan pasar ternak, transfortasi serta pendukung lainnya.

Selengkapnya Hubungai 085242472483

B. Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa peneliti mengukurnya dengan menggunakan 3 indikator, yaitu prestasi belajar berupa kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Analisis distribusi responden dalam hal prestasi belajar menunjukkan bahwa pada umumnya siswa memperoleh prestasi belajar yang tinggi. Tingginya kategori pencapaian prestasi belajar tersebut berdasarkan besarnya jumlah jawaban responden yang menyatakan selalu memperoleh prestasi belajar yang tinggi, yaitu  nilai bobot rata-rata mencapai 89,30 persen. Untuk memperjelas prestasi belajar siswa, peneliti uraikan dalam Tabel 6
Tabel 6
Prestasi Belajar siswa
Tingkat prestasi belajar
Indikator
Rata-rata
Kognitif
Afektif
Psikomotorik
F
%
F
%
F
%
F
%
Sangat tinggi
25
100,00
22
88,00
20
80,00
21
84,00
Tinggi
-
-
3
12,00
5
20,00
4
16,00
Sedang
-
-
-
-
-
-
-
-
Kurang
-
-
-
-
-
-
-
-
Sangat kurang
-
-
-
-
-
-
-
-
J u m l a h
25
100,00
25
100,00
25
100,00
25
100,00
Sumber Data: Jawaban Item Nomor 1-3, Penelitian 2010

Selengkapnya Hubungai 085242472483

C. Hubungan antara Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa

Sebelum menguraikan masalah tersebut, terlebih dahulu pnulis membahas pengaruh kehidupan sosial ekonomi orang tua terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
Untuk itu, dalam mengukur pengaruh faktor sosial ekonomi orang tua  dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, peneliti menggunakan indikator tunggal, yaitu faktor sosial ekonomi orang tua  dapat meningkatkan prestasi belajar.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis, dapat dikemukakan bahwa dengan kondisi perekonomian masyarakat atau orang tua, maka segala kebutuhan siswa dalam hal kelengkapan alat pelajaran seperti alat tulis menulis, buku tulis dan buku paket, serta penunjang lainnya dapat terpenuhi, sehingga siswa belajar secara efektif dan efisien serta berdaya guna dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Selengkapnya Hubungai 085242472483

D. Upaya yang Dilakukan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

Untuk mengukur upaya yang dilakukan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, peneliti menggunakan dua indikator, yaitu membangkitkan minat belajar siswa dengan memenuhi kebutuhan buku paket bagi siswa, dan mengefektifkan kegiatan pembelajaran.

1.              Membangkitkan minat belajar siswa dengan memenuhi kebutuhan buku paket bagi siswa

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, dapat dikemukakan bahwa dengan pengadaan buku paket oleh orang tua, maka siswa termotivasi untuk belajar tuntas sehingga prestasinya meningkat. Untuk lebih memperjelas hal tersebut, penulis uraikan dalam Tabel 9



Selengkapnya Hubungai 085242472483

Senin, 27 September 2010

Angket

Muhlis
Muhlis

Daftar angket untuk memperoleh data tentang Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengantisipasi Anak Putus Sekolah

1. Dalam mengantisipasi anak putus sekolah, maka apakah guru berperan sebagai tenaga pengajar.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak.

2. Dalam mengantisipasi anak putus sekolah, maka apakah peran guru salah satunya adalah sebagai pembimbing.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

3. Dalam mengantisipasi anak putus sekolah, maka apakah juga guru adalah sebagai teladan.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak


Daftar angket untuk memperoleh data tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Pustus Sekolah           

4. Faktor yang mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan kehidupan keluarga.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

5. Faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan ekonomi orang tua.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

6. Faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan sekolah.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak



7. Faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan masyarakat.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

Angket




Daftar angket untuk memperoleh data tentang Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengantisipasi Anak Putus Sekolah

1. Dalam mengantisipasi anak putus sekolah, maka apakah guru berperan sebagai tenaga pengajar.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak.

2. Dalam mengantisipasi anak putus sekolah, maka apakah peran guru salah satunya adalah sebagai pembimbing.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

3. Dalam mengantisipasi anak putus sekolah, maka apakah juga guru adalah sebagai teladan.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak


Daftar angket untuk memperoleh data tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Pustus Sekolah           

4. Faktor yang mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan kehidupan keluarga.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

5. Faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan ekonomi orang tua.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

6. Faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan sekolah.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak



7. Faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di SDN 305 Walanga karena keadaan masyarakat.?…,
a. ya,
b. kadang-kadang,
c. tidak

Selasa, 21 September 2010

H. Mahmud Sapsal Barugae; Tinjauan tentang pewarisan ajaran Islam


a. Pengertian pewarisan ajaran Islam
Untuk menguraikan masalah tersebut, peneliti terlebih dahulu membahas tentang arti ajaran Islam.
Ajaran berasal dari suku kata "ajar", yaitu sesuatu yang diusahakan untuk diketahui oleh orang lain. Jadi ajar merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia yang dapat "mempengaruhi perkembangan seseorang"[1] , secara psikologis, faktor ajar merupakan salah satu faktor  yang  berpengaruh  terhadap  perkembangan dan pertumbuhan jiwa manusia. Dikemukakan oleh Willem Stern, bahwa perkembangan anak itu tidak hanya ditentukan oleh pembawaannya semata, dan juga bukan hanya ditentukan oleh lingkungan  atau   faktor  ajar  saja, melainkan “Perkembangan pribadi manusia itu dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan, faktor dalam dan luar”[2]   
Jadi yang dimaksud dengan ajaran adalah sesuatu yang diusahakan untuk diketahui oleh orang lain. Untuk itu  Amir Daien, mengatakan bahwa ajaran dalam arti mengajar, adalah “. . . menyerahkan atau menyampaikan ilmu pengetahuan ataupun  keterampilan dan sebagainya kepada orang lain, dengan menggunakan cara-cara tertentu, . . .”[3]




H. Mahmud Sapsal Barugae; Prospek pertumbuhan dan perkembangan anak

H. Mahmud Sapsal Barugae


1) Priodisasi pertumbuhan dan perkembangan anak
Mursal H.M.Taher, mengemukakan bahwa anak adalah “Masa dalam periode perkembangan dari berakhirnya masa bayi (3,0) hingga menjelang pubertas”[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa anak adalah “keturunan yang kedua, manusia yang masih kecil”[2]
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa anak adalah sebahagian manusia yang usianya masih muda, yaitu antara umur 0 – 18 tahun, yang dapat diklasifikasikan secara  psychologis pada empat fase, yaitu masa vital atau bayi, masa estetis dan masa intelektual serta masa sosial. Untuk pembahasan secara detail tentang masalah tersebut, penulis uraikan pada poin berikut, yaitu prospek pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jelas bahwa anak berarti orang kecil, orang yang masih muda usia, atau dengan kata lain manusia yang menanjak remaja.
Oleh karena itu, anak sebagai amanat atau titipan Allah SWT, kepada kedua orangtuanya (ayah dan ibu), adalah sangat membutuhkan pimpinan dan bimbingan dari kedua orangtuanya tersebut, mengingat seorang anak dilahirkan di dunia ini dengan serba lemah baik fisik maupun psikisnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak, penulis uraikan dalam dua bagian berikut :

a) Menurut pandangan para ahli.
Sebagaimana diketahui bahwa setiap manusia sejak ia dilahirkan mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaannya, yang dimotori oleh faktor kemampuan dasar yaitu bakat atau pembawaan sebagai faktor dalam diri anak, dan mendapat pengaruh dari faktor luar atau pengalaman dan pendidikan. Pengaruh tersebut diakui oleh aliran Konvergensi, bahwa perkembangan pribadi manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor “pembawaan dan faktor lingkungan, faktor dalam dan faktor luar (indogen dan eksogen)”[3]
Dikalangan para ahli terdapat perbedaan pendapat/pandangan berdasarkan sudut peninjauannya masing-masing, yang dapat digolongkan pada tiga bagian,  yaitu:

(1) Priodisasi berdasar pada segi biologis
Menurut Aristoteles, menggambarkan perkembangan anak sejak ia dilahirkan sampai ia dewasa dalam tiga periode, sebagai berikut : “0,0 – 7,0 masa anak kecil, masa bermain, 7,0 – 14,0 masa anak, masa belajar, dan 14,0 – 21,- masa pubertas, menuju dewasa”.[4]
Priodisasi yang dikemukakan Aristoteles tersebut, setiap fasenya berlangsung 7 tahun, batas antara fase pertama dan kedua ditandai dengan pergantian gigi yang berlangsung pada umur ± 14 tahun.

(2) Priodisasi berdasar pada segi paedagogis
Menurut H.C.Witherington mengemukakan pandangannya dari sudut paedagogis dan psikologis, dalam enam bagian yang masing-masing berlangsung tiga tahun. Periode tersebut, adalah :
0 – 3 tahun, periode dengan perubahan yang tercepat,
3 – 6 tahun, periode perkembangan psikis yang terbesar,
6 – 9 tahun, periode imitasi sosial yang terbesar,
9 – 12 tahun, dinamakan tingkat kedua dari individualisme,
12 – 15 tahun, periode adolesens awal dan mulailah anak melakukan penyesuaian sosial,
15 – 18 tahun, masa adolesens akhir, dan mulailah anak memilih kehidupan yang sebenarnya.[5]

Priodisasi yang diuraikan di atas berlangsung tiga tahun setiap fase, pada permulaan fase pertama, yaitu selama 6 bulan pertama berat bayi 2 kali berat ketika lahir, dan pada akhir tahun pertama beratnya menjadi 3 kali. Selama tahun pertama seorang bayi praktis tidak dapat berbuat apa-apa, kemudian pada tahun kedua dan ketiga sudah mengalami perubahan yang tercepat.
Periode kedua, pertumbuhan psikis memperlihatkan kenaikan yang lebih cepat, kesanggupan berbicara berkembang, yang merupakan periode individualisme yang intensif, dan cenderung mengadakan reaksi yang bertentangan dengan saran orang lain.
Periode ketiga, anak ingin melepaskan diri dari ibu demi menggabungkan diri dengan lingkungan hidup di sekolah. Periode ini ditandai oleh aktivitas yang seolah-olah bersifat sungguh-sungguh, dan tampaklah bermacam-macam khayal.
Periode kelima, anak memasuki sekolah menengah dan mengadakan penyesuaian sosial, dan pada periode ini timbullah masalah spesialisasi menurut bakat pemilihan teman hidup dan keamanan ekonomis, dengan kata lain mereka telah berfikir tentang tanggung jawab sosial moral, ekonomi dan keagamaan.

(3) Priodisasi berdasar segi psychologis.
KOHNSTAM mengemukakan periodisasi tersebut sebagai berikut:
Masa vital : umur 0,0 tahun sampai 2,0 tahun,
Masa estetis : umur 0,2 tahun sampai 7,0 tahun,
Masa intelektual : 7,0 tahun sampai 13,0 tahun,
Masa sosial : 13 (14) tahun – 21,0 tahun.[6]
(a) Masa vital
Anak pada masa tersebut sangat membutuhkan pengawasan dan pemeliharaan kedua orangtuanya, baik mengenai jasmani maupun rohaninya. Aktivitas emosional dalam persatuan ibu dan anak seperti menyusui sehingga terjalin hubungan erat dan mesra serta mempunyai pengaruh psikologis.
(b) Masa estetis
Anak pada masa tersebut berkembang rasa keindahannya, yakni anak berkembang terutama menyangkut fungsi panca inderanya.
(c) Masa intelektual
Pada masa ini anak mulai mengembangkan inteleknya dengan ditandai tiga dorongan, yaitu :
Kepercayaan pada diri anak keluar dari rumah dan memasuki kelompok teman sebaya.
Kepercayaan akan jasmani dalam memasuki dunia permainan dan kerja yang membutuhkan kecakapan syaraf dan otot.
Kepercayaan akan akal dalam memasuki dunia pengertian orang dewasa, logika, syimbolisme dan hubungan.[7]

(d) Masa sosial
Anak pada masa tersebut merasakan bahwa masa kaku sudah berlalu, bagi anak laki-laki dan anak perempuan benar-benar menunjukkan jati dirinya. Perspektif kehidupannya menjadi luas, nilai kehidupannya mulai timbul, dan pengertian mulai diperdalam dan diperluas serta muncul rasa tanggung jawab kepriaan dan kewanitaan yang dewasa dan mandiri, dengan kata lain telah lahir kesadaan terhadap diri sendiri.
Seorang Sosiolog CHARLES H COOLEY, membedakan tiga fase dalam proses perkembangan kesadaran terhadap diri tersebut, yaitu :
Pertama : si anak mulai menyadari bahwa orang lain mempunyai suatu pandangan tentang dirinya . . .
Kedua : si anak mulai menyadari bahwa pandangan orang lain terhadap dirinya itu, disertai dengan suatu penilaian . . . 
Ketiga : penilaian-penilaian yang positif itu menimbulkan pada si anak suatu perasaan . . .[8]

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa setiap manusia atau setiap anak akan mengalami perubahan secara teratur pada struktur organismenya menuju kesempurnaan.

b) Menurut Pandangan Islam
Sebagaimana pandangan para ahli yang membagi periodisasi pertumbuhan dan perkembangan manusia tersebut pada tiga macam. Oleh Islam juga mengakui adanya ketiga macam periodisasi tersebut, mengingat bahwa setiap anak sejak ia dilahirkan, mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaannya. Untuk itu penulis uraikan periodisasi tersebut sebagai berikut :

(1) Periodisasi berdasar pada segi biologis
Dalam menjelaskan masalah tersebut, penulis mengemukakan firman Allah SWT, dalam al-Quran surat al-Mukmin ayat 67, yang berbunyi :
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Terjemahnya :
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)[9]

Ayat tersebut menunjukkan fase-fase pertumbuhan dan perkembangan manusia secaa biologis yang berlangsung : (a) Masa dalam kandungan atau masa embrio, yaitu mulai saat terjadinya union antara sperma pria dan ovum perempuan, kemudian segumpal darah dan segumpal daging, (b) Masa kanak-kanak, yaitu sejak anak dilahirkan atau masa vital (bayi) sampai masa bermain, (c) Masa remaja, yaitu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, (d) Masa dewasa atau masa tua, yaitu batas puncak pertumbuhan jasmani sehingga menurun pertumbuhan tersebut, dan (e) Masa meninggal dunia
Memperhatikan keterangan-keterangan tersebut, jelas bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak secara biologis berlangsung pada fase dalam kandungan ibu dan fase masa kanak-kanak.

(2) Periodisasi berdasar pada segi paedagogis.
Untuk menguraikan masalah tersebut, penulis bertitik tolak dari keterangan nash sebagai berikut :
(a) Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Samurah RA, yang berbunyi :
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْ تَهِنٌ بِعَقِيْقَتِهِ  تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ ساَبِعِهِ  وَ يُحْلَقُ وَ يُسَمَّى [10]
Artinya : Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih baginya pada hari ketujuh dan digunting rambutnya dan diberi nama.
(b) Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dari ‘Umar bin Sya’ib, yang berbunyi :
مُرُوْا صِبْيَانِكُمْ بِالصَّلاَةِ فِيْ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا فِيْ عَشْرِ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ اْلمَضَاجِعِ [11]
Artinya  : Perintahkanlah anak-anak kamu untuk melaksanakan shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pertegaslah mereka, jika umurnya telah sampai sepuluh tahun, dan berpisah tempat tidurlah.
(c) Firman Allah SWT, dalam al-Quran surat al-A’raf ayat 172, yang berbunyi :
وَ إِذْْ أَ خَذَ رَ بّثكَ مِنْ بَنى آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِ هِمْ ذُرِّ يَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلىَ اَنْفُسِهِمْ ؛ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قاَلوْا بَلىَ شَهِدْناَ. . .
Terjemahnya :
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”. Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi . . . [12]

Keterangan-keterangan yang bersumber dari nash al-Quran dan hadits tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan secara paedagogis, yang dapat dibagi sebagai berikut :
Fase dalam kandungan ibu, sebagaimana tertuang dalam ayat 172 surat al-A’raf tersebut, dalam hal ini terjadi pertumbuhan naluri/indogen yang kelak akan dibawa ketika lahir menuju pertumbuhan seluruh perwatakannya dengan bantuan faktor lingkungan/eksogen sehingga sempurna.
Fase dalam umur 0 – 6 tahun, adalah masa pendidikan secara dressur terhadap hal-hal yang baik. Justeru itu, untuk menjaga kesucian jasmani dan rohani anak, maka ia diaqiqahkan, digunting rambutnya serta diberi nama, sebagaimana yang dimaksud oleh hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad tersebut.
Fase untuk menenangkan seksual anak, yaitu orangtua berpisah tempat tidur dengan anak, mengingat pada masa tersebut, anak mempunyai watak dan kecenderungan untuk meniru perbuatan orang lain, terutama perbuatan kedua orangtuanya. Fase tersebut berlangsung sejak berumur 11 tahun dan seterusnya.

(3) Periodisasi berdasar pada segi psikologis
Seorang Sarjana Islam : Ali Fikri, berpendapat bahwa perkembangan anak secara psikologis dibagi sebagai berikut :
Masa kanak-kanak, adalah sejak anak itu lahir sampai umur 7 tahun . . .
Masa berbicara, mulai umur 8 tahun sampai tahun ke 14. Masa ini disebut periode cita-cita.
Masa aqil baligh, dari umur 15 sampai umur 21 tahun . . .[13]

Dengan keterangan-keterangan pada pembahasan terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa setiap anak sejak ia lahir telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju kesempurnaannya, baik yang bersifat secara biologis, paedagogis, maupun psikologis, baik menurut pandangan para ahli maupun pandangan agama Islam.

2) Pertumbuhan dan perkembangan agama pada anak
Sebagaimana diketahui bahwa setiap manusia lahir dengan bakat relegiusitasnya yang merupakan faktor dasar, namun harus memperoleh bimbingan dan pimpinan dari luar diri anak atau dari faktor ajar, sehingga ia mencapai tingkat kesempurnaan dan kecerdasan untuk memahami hal-hal yang gaib atau abstrak. Jadi sebaiknya pendidikan agama bagi anak-anak bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan ibu, sebagaimana yang diuraikan oleh Casimir, bahwa anak dalam kandungan ibunya dapat dididik beragama, dengan “memberi suasana keagamaan dalam bentuk membaca ayat-ayat suci al Quran (surat Yusuf, surat Yasin, dan lain-lain”[14], kemudian anak setelah lahir, ia diadzankan pada telinga kanan atau sisi kanannya dan diiqamahkan pada telinga kiri atau sisi kirinya, sebagaimana yang dianjurkan oleh hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Abu Ya’la dari Hasan Bin Ali, yang berbunyi :


مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَذَنَ فِى أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَاَقَامَ فِى أُذُنِهِ الْيُسْرَى [15]
Artinya : Barangsiapa lahir baginya seorang anak, maka hendaklah ia membacakan adzan pada telinga sebelah kanannya dan membacakan iqamah pada telinga sebelah kirinya.
Keterangan di atas menunjukkan bahwa faktor ajar atau faktor eksogen memberi andil yang sangat utama dalam pembentukan faktor dasar/indogen. Justeru itu perkembangan agama pada anak sangat bergantung kepada penghayatan orangtua dan keluarga terhadap ajaran agama. Artinya, bahwa anak tidak mengalami perkembangan agama seperti yang dianjurkan oleh orangtuanya melainkan menurut orangtua atau keluarga itu sendiri berbuat/beramal atau mengamalkan ajaran agama, mengingat bahwa anak menerima pembinaan atau bimbingan dan pendidikan adalah secara percontohan dan pembiasaan, selain itu pemikiran anak hanya bersifat konkrit. Dalam menanamkan keyakinan kepada Allah SWT, maka anak sebaiknya diajak berdoa dengan sesuatu yang bersifat abstrak, seperti keselamatan, ketenteraman, kekuatan, kebahagiaan, dan lain-lain. Sebaliknya jangan diajak memohon kepada Allah SWT, tentang hal-hal yang konkrit, sebab bila tidak terwujud, maka akan memberi kesempatan kepada anak untuk berfikir bahwa Tuhan tidak mampu memberi sesuatu yang dibutuhkan.
Bertitik tolak dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pertumbuhan dan perkembangan agama pada anak adalah dimulai sejak lahir, hanya saja membutuhkan pimpinan dan bimbingan dari orangtua dan lingkungan sekitarnya.
Oleh orientalis barat berbeda pandangan dengan keterangan di atas, seperti Rumke, beranggapan bahwa kepercayaan anak terhadap Tuhan “baru tumbuh dengan leluasa setelah rasa ikatan anak bapak terlepaskan, dan rasa keagamaan baru timbul pada anak dalam masa pubertas”[16]. Selanjutnya Alfert Binet, seorang psikolog berkebangsaan Perancis, mengatakan bahwa “. . . kemampuan untuk mengerti masalah-masalah yang abstrak, tidak sempurna perkembangannya sebelum mencapai usia 12 tahun . . .”[17]
Keterangan di ats menunjukkan bahwa ditinjau dari tingkat kecerdasan anak, maka belum dapat memahami hal-hal yang abstrak, namun berdasarkan potensi dasar atau naluri beragama yang dibawa sejak lahir yang didukung oleh bantuan faktor luar diri anak yaitu orangtua dan keluarga, maka setiap anak secara dini dapat menerima, memahami dan menghayati hal-hal yang abstrak.