Dalam kegiatan
proses belajar mengajar sehari-hari di kelas, diajarkan beberapa mata pelajaran
dengan mengacu kepada Struktur Pengajaran yang ditetapkan dalam Kurikulum,
termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, sehubungan dengan hal tersebut,
diantara beberapa orang guru yang bertugas pada salah satu satuan pendidikan,
terdapat guru yang diangkat khusus untuk mengajarkan mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam.
Untuk menguraikan
secara detail tentang pengertian Guru Agama Islam tersebut, penulis terlebih
dahulu akan membahas secara terpisah dan terperinci mengenai arti Guru dan
Agama Islam.
1) Arti guru.
Mengenai istilah
guru terdapat beberapa argumentasi para ahli. Supeno menyebutkan bahwa kata
guru berarti “panutan, dapat ditiru atau dijadikan teladan”[1]
Dengan demikian secara umum “guru” dapat
diartikan sebagai orang yang dalam tutur kata, gerak-gerik dan perbuatannya
bisa dianut dan dijadikan teladan oleh masyarakat umum.
Roestiyah
berpendapat bahwa dalam pandangan tradisional, guru dilihat sebagai :
Seseorang yang berdiri di depan
kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Pendapat lain mengatakan bahwa
“teacher is a person who causes a person to knowledge or skill” atau minimal
dapat diartikan bahwa guru adalah seseorang yang menyebabkan orang lain
mengetahui atau mampu melaksanakan sesuatu atau yang memberikan pengetahuan
atau keterampilan kepada orang lain. [2]
Dengan demikian guru pada dasarnya
adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dengan tugas utama mengajar. Jadi
jabatan atau pekerjaan guru adalah pekerjaan yang bersifat profesional, artinya
pekerjaan yang hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang secara khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan karena tidak dapat
atau tidak memperoleh pekerjaan lainnya.
Mursal H.M.Taher,
mengemukakan bahwa guru adalah “. . . yang mengasuh dan memberikan mata
pelajaran khusus yang dikuasainya”[3]
Jelas dipahami
bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada
orang lain, atau guru adalah seorang yang menyebabkan orang lain mengetahui
atau mampu melaksankan sesuatu atau yang memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada orang lain..
2) Arti agama.
Hasbi as
Siddieqy, mengemukakan bahwa agama adalah :
Suatu kumpulan peraturan yang
ditetapkan Allah untuk menarik dan menuntut para ummat yang berakal kuat yang
suka tunduk dan patuh kepada kebaikan, supaya mereka memperoleh kebahagiaan
dunia, kejayaan dan kesentausaan akhirat . . .[4]
Agama adalah
ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt., dan mengatur hubungan
manusia dengan sesama makhluk sehingga memperoleh keselamatan di dunia dan di
akhirat.
Mustafa Assiba’i,
mengemukakan bahwa agama adalah :
Satu peraturan (Nidzam) yang
meliputi masalah masalah kepercayaan (aqidah) adan ibadah yang menghubungkan
ikatan segenap ummat manusia antara satu dengan yang lain, dan mempersatukan
pemeluknya, sehingga menjadi satu ummat yang dijiwai oleh kesatuan rohani.[5]
Berdasarkan
pengertian di atas, jelas bahwa agama adalah amanah yang ditetapkan oleh Allah
swt, kepada manusia, guna memperoleh kebahagiaan dan kesejahtraan dunia dan
akhirat kelak.
Dengan demikian
pengertian guru agama Islam adalah seorang perencana dan pelaksana pelajaran
agama kepada peserta didik agar dapat diketahui sekaligus diamalkan dalam
kehidupannya.
Guru agama Islam
adalah Guru yang mengajarkan materi bidang studi agama (Islam) pada
sekolah-sekolah “. . . diangkat oleh Departemen Agama sesuai dengan Peraturan
bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama”.[6]
Pada hakikatnya
dipahami bahwa guru Agama Islam, adalah :
Agen pembaharuan, dalam arti
menjembati pengetahuan Islam generasi lalu dengan generasi sekarang, Pemimpin
dan pendukung nilai-nilai masyarakat, Fasilitator memungkinkan tercapainya
kondisi yang baik bagi subyek didik untuk belajar, Bertanggung jawab atas
tercapainya hasil belajar siswa dan bertanggung jawab secara profesional untuk
terus menerus meningkatkan kemampuannya, serta Menunjang tinggi kode etik
profesional.[7]
Dari
keterangan-keterangan di atas, penulis berkesimpulan bahwa guru Pendidikan
Agama Islam adalah orang dewasa jasmani dan rohani yang dibebani tugas untuk
mengarahkan peserta didik sehingga dapat menghayati sekaligus mengamalkan
ajaran agama Islam.
3) Syarat menjadi GPAI
Sebagaimana
diketahui bahwa pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha untuk memanusiawikan
manusia dalam arti membentuk kepribadiannya sehingga menjadi pribadi muslim
yang senantiasa mengamalkan ajaran agamanya, maka dengan sendirinya, guru yang
mengemban tugas untuk mengajarkan mata pelajaran tersebut, harus profesional
dan memiliki kepribadian yang terpui. Untuk itu, dalam mengemukakan
syarat-syarat menjadi guru Pendidikan Agama Islam, penulis uraikan dalam dua
bagian, yaitu :
a) Syarat profesional.
Yaitu calon guru
Pendidikan Agama Islam harus berijazah tarbiyah. Dalam hal ini calon GPAI
tersebut memiliki disiplin ilmu tertentu sesuai yang akan diajarkan kepada
peserta didik, sebagaimana yang disahkan dan diakui atau dinyatakan berdasarkan kualifikasi
ijazah yang dimilikinya.
b) Syarat Kepribadian.
Menurut Mohd.
Atiyah al Abrosyi, syarat kepribadian yang penting dimiliki oleh seorang guru
pendidikan agama Islam, adalah :
1) Zuhud, yaitu mengajar dengan maksud mencari
keridhaan Tuhan.
2) Kebersihan
yaitu kebersihan lahir dan batin.
3) Ikhlas dalam pekerjaan, yaitu sesuai kata
dengan perbuatan, serta berterus terang.
4) Pemaaf, yaitu sanggup menahan
diri dari kemarahan, lapang hati dan sabar.
5) Seorang guru merupakan seorang
bapak, dalam hal ini guru menempatkan murid-murtidnya sebagai anak kandung
sendiri.
6) Mengetahui tabiat murid, yaitu
tentang pembawaan adat kebiasaan, serta tingkat kecerdasannya.
7) Menguasai mata
pelajaran.[8]
Memperhatikan
syarat kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang calon GPAI, sebagaimana
yang dikemuka-kan di atas, dapat dipahami bahwa guru Pendidikan Agama Islam
merupakan seorang yang memiliki sikap mental
terpuji dan patut ditauladani baik oleh peserta didik maupun
oleh masyarakat pada umumnya.
Syarat lain yang
harus dimiliki atau dipenuhi oleh seorang calon guru Pendidikan Agama Islam,
adalah sehat jasmani dan rohani.
a) Sehat jasmani.
Setiap calon guru pendidikan agama islam,
harus sehat jasmani, yang dinyatakan dengan tanda bukti dari yang berwenang,
bahwa yang bersangkutan :
1) Tidak
menderita penyakit menahun (kronis) dan atau menular,
2) Tidak memiliki cacat tubuh
yang dapat menghambat pelaksanaan
tugas sebagai pendidik.[9]
b) Sehat rohani.
Yaitu bahwa calon
guru Pendidikan Agama Islam ter-sebut tidak mempunyai kelainan rohani, misalnya
sakit ayan dan sebagainya.
Jadi jelas bahwa
seorang calon guru Pendidikan Agama Islam harus memenuhi beberapa syarat untuk
dapat diangkat sebaga tenaga pengajar
pada mata pelajaran tersebut,
baik menyangkut persyaratan formal atau profesional, maupun persyaratan yang
menyangkut kepribadian dan kesehatan jasmani dan rohani.
b. Pengertian pendidikan agama
Islam
Omar Mohammad al
Toumi al Syaibany, mengatakan bahwa pendidikan adalah “. . . usaha yang
dicurahkan untuk menolong insan menyingkap dan menemui rahasia alam, memupuk
bakat dan persediaan semula jadinya, mengarahkan kecenderungannya, . . .”[10]
Konsep di atas
asumsi dasarnya adalah hakikat pendidikan ditentukan oleh hakikat manusianya
atau antropologi metafisikanya, dalam hal ini manusia dipandang sebagai
homosapiens yaitu sejenis makhluk yang dapat berpikir dan mampu berilmu
pengetahuan. Jadi pada hakikatnya setiap manusia memperoleh hak untuk berpikir
guna mencari kebenaran mutlak atau kebenaran yang hakiki sebagaimana kemampuan
berpikir dan menganalisa sesuatu.
Ki Hajar
Dewantara, mengemukakan bahwa pendidikan adalah
“Menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak didik kita supaya
menjadi manusia beradab dan susila”[11]
Konsep tersebut
meninjau proses pendidikan dari sudut internal dalam diri manusia/anak,
sehingga lebih mengarah kepeninjauan tentang hakikat psikologis.
Oleh pakar
sosiologis memberi definisi mengenai pendidikan dengan argumentasinya bahwa “education
in the proces by which the individual is thought loyalty in conpromity to the
group and to social institutions”[12]
Pendidikan adalah
suatu kegiatan yang mana individual dibina agar menjadi loyal serta setia dan
menyesuaikan diri pada kelompok atau lembaga sosial.
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk mengarahkan manusia
sehingga mencapai cita-cita yang diinginkan, yaitu terwujudnya kepribadian yang
utuh, baik jasmani maupun rohani. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan adalah
“suatu usaha memanusiawikan seseorang, yaitu suatu pimpinan jasmani dan rohani
yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dengan
arti yang sesungguhnya”[13]
John Dewey
berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (Education is
the process without end). Dan pendidikan merupakan proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (daya
intelektual) maupun daya emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat
manusia dan kepada sesamanya. Karena John Dewey berfaham behaviorisme, dimana
pengaruh pendidikan “dipandang dapat membentuk manusia menjadi apa saja yang
diinginkan oleh pendidik”.[14] Maka istilah
pembentukan ciri khas yang menunjukkan kekuasaan pendidik terhadap anak didik.
Dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah
“usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”[15]
Keterangan
tersebut menunjukkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah proses
pembimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan terhadap anak sehingga dapat
melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Jadi
secara sederhana dapat dipahami bahwa pendidikan agama islam adalah proses
pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak sehingga menjadi
orang Islam yang mampu melaksanakan peranan dan tugas-tugas hidup sebagai orang
Islam..
Untuk memahami lebih lanjut tentang
pengertian pendidikan agama Islam, perlu dianalisis pengertian Islam, bahwa
kata Islam mempunyai konotasi dan diartikan sebagai agama Allah, atau agama
yang berasal dari Allah. Agama artinya “jalan, agama Allah berarti agama atau
ajaran yang bersumber dari Allah”[16] maksudnya bahwa agama adalah jalan hidup yang
ditetapkan oleh Allah bagi manusia menuju dan kepada-Nya. Jadi agama Islam
sebagai agama Allah adalah jalan hidup yang ditetapkan oleh Allah yang harus
dilalui oleh manusia, untuk kembali kepada-Nya.
Secara
etimologis, Islam memiliki pengertian, antara lain (1) berasal dari kata kerja
(fi’il) aslama yang berarti “menyerahkan diri, menyelematkan diri, taat,
patuh dan tunduk”, (2) berasal dari kata salima yang pengertian dasarnya
“selamat, sejahtera, sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela”, (3) juga
berasal dari kata dasar salam yang berarti “damai, aman dan tenteram”.[17]
Dengan demikian, pada hakikatnya pendidikan agama Islam
adalah bimbingan dari al Quran agar manusia mampu hidup dan berkehidupan
(berbudaya dan berperadaban) serta mampu melaksanakan tugas kekhalifahan di
bumi ini.
Dalam konferensi
dunia tentang pendidikan Islam (World Conference on Islamic Education)
yang pertama di Mekkah Tahun 1977, memberikan rekomendasi tentang pengertian
pendidikan agama Islam sebagai berikut :
The meaning of education in its
totality in the context of Islam is inherent ini the connotations of the terms
conveys concerning man and his society and environment in relation to God is
related to the other, and together they represent the scope of education in
Islam. Both formal and non formal.[18]
Pendidikan agama
Islam merupakan pendidikan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt
secara vertical dan mengatur hubungan dengan sesama manusia secara horizontal.
Konfrensi
tersebut telah merekomendasikan tentang pengertian pendidikan Islam dalam arti
dan ruang lingkup yang luas, yang mencakup di dalamnya secara terpadu
konsep-konsep tarbiyah, taklim dan ta’dib. Namun dalam pemakaian kata sebagai
istilah baku yang lebih tepat untuk menyatakan konsep pendidikan Islam ini,
para ahli dari peserta konperensi berbeda pendapat. Sebagian ahli menyatakan
bahwa istilah ta’dib merupakan istilah yang paling tepat untuk digunakan dalam
menggambarkan secara utuh tentang konsep pendidikan menurut ajaran Islam,
karena pada hakekatnya pendidikan Islam itu tidak lain adalah “menanamkan adab
dan budi pekerti serta perilaku sopan ke dalam setiap pribadi muslim, yang
akhirnya akan menumbuh kembangkan peradaban Islam”.[19]
Sementara itu
sebagian ahli lainnya berpendapat bahwa istilah taklim, yang merujuk pada
pengajaran dan penanaman ilmu dan pengetahuan, merupakan istilah yang paling
tepat untuk menyatakan konsep pendidikan Islam. Pemakaian istilah ini berdasarkan
pandangan bahwa hakekat pendidikan Islam itu tidak lain adalah pengajaran dan
penanaman ilmu dan pengetahuan ini kedalam diri setiap peribadi muslim,
sehingga bertumbuh kembang ilmu pengetahuan dalam berbagai aspek dan cabangnya
di dunia Islam.[20]
Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai penggunaan dan pemilihan istilah yang dianggap
baku tersebut, ketiga istilah (tabiyah, taklim, dan ta’dib) akan dianalisis
pengertian dasar dan kandungan maknanya, sebagai berikut :
Secara
etimologis, kata tarbiyah berasal dari kata :
1. “rabaa –
yarbuw” yang berarti : tumbuh dan bertambah atau berkembang.
2. “rabiya yarbaa”
yang berarti : tumbuh dan menjadi besar atau menjadi dewasa.
3. “rabba yarubbu”
yang berarti : memperbaiki, mengatur, mengurus, mendidik.[21]
Dengan demikian,
istilah tarbiyah yang ekwivalen dengan istilah pendidikan, mempunyai pengertian
sebagai usaha atau proses untuk menumbuhkembangkan potensi pembawaan atau
fitrah anak secara berangsur-angsur dan bertahap sampai mencapai tingkat
kesempurnaan serta kedewasaannya dan mampu melaksanakan fungsi dan tugas-tugas
hidup dengan sebaik-baiknya.
Adapun istilah
taklim yang biasa diterjemahkan dengan pengajaran, berasal dari kata dan makna
dasar sebagai berikut :
1. berasal dari kata
dasar “alama – ya’lamu” yang berarti mengecap atau memberi tanda.
2. berasal dari kata
dasar “alima – ya’lamu” yang berarti mengerti atau memberi tanda.[22]
Dengan demikian,
istilah taklim mempunyai pengertian sebagai usaha untuk menjadikan seseorang
anak mengenal tanda-tanda yang membedakan sesuatu dengan lainnya, dan mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang sesuatu. Kata taklim tersebut
mempunyai konotasi khusus dan merujuk kepada ilmu, sehingga konsep taklim itu
mempunyai pengertian usaha menjadikan seseorang berilmu.
Al Jurjani
mengemukakan batasan ilmu sebagai berikut :
1. Ilmu adalah
kesimpulan yang pasti yang sesuai dengan keadaan sesuatu
2. Ilmu adalah
menetapnya ide (gambaran) tentang sesuatu dalam jiwa atau akal seseorang.
3. Ilmu adalah
sampainya jiwa kepada hakikat sesuatu.[23]
Jadi konsep
taklim mengandung pengertian sebagai usaha untuk mendorong dan menggerakkan
daya jiwa atau akal seseorang untuk belajar (menuntut ilmu agar sampai pada
kesimpulan, ide dan hakekat yang sebenarnya tentang sesuatu.
Sedangkan istilah
ta’dib yang biasa diterjemahkan dengan pelatihan atau pembiasaan, mempunyai
kata dan makna dasar sebagai berikut :
1. “aduba –
ya’dubu” yang berarti melatih dan mendisiplin diri untuk berperilaku yang
baik dan sopan santun.
2. “adaba –
ya’dibu” yang berarti mengadakan pesta atau perjamuan, juga berarti berbuat
dan berperilaku sopan
3. “addaba”
sebagai bentuk kata kerja dari kata “ta’dib” mengandung pengertian
mendidik, melatih, memperbaiki, dan memberi tindakan.[24]
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa ta’dib dalam pendidikan Islam mengandung pengertian
sebagai usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga
anak terdorong dan tergerak jiwanya untuk berperilaku dan beradab atau sopan
santun yang baik sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan keterangan tersebut, jelas bahwa makna
pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk membelajarkan siterdidik, serta
membimbing dan melatih atau membiasakan kepada perilaku yang baik dan terpuji.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa,
pendidikan agama Islam lebih menitikberatkan pada keseimbangan dan keserasian
perkembangan hidup manusia.
Omar Muhammad al Toumy, yang dikutif Arifin,
mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam, adalah :
…usaha mengubah
tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya
dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan. Perubahan itu
dilandasi dengan nilai-nilai Islam.[25]
Keterangan tersebut
menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha membimbing, mengarahkan potensi
hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar,
sehingga terjadilah perubahan di alam kehidupan pribadinya sebagai makhluk
individual, dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia
hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami, yaitu
nilai-nilai yang melahirkan norma syariah dan akhlak al karimah.
Istilah membimbing,
mengarahkan dan mengasuh serta mengajarkan atau melatih mengandung pengertian
usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju
tujuan yang ditetapkan yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan
kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur
sesuai ajaran Islam.
Dalam pandangan Islam, manusia adalah
makhluk ciptaan Allah yang di dalam dirinya diberi kelengkapan-kelengkapan
psikologi dan fisik yang memiliki kecenderungan kearah yang baik dan buruk.
Tanpa melalui suatu proses
kependidikan. Manusia dapat menjadi makhluk yang serba diliputi oleh doronya
nafsu jahat, ingkar dan kafir terhadap Tuhannya. Hanya dengan melalui proses
pendidikan manusia akan dapat dimasukkan sebagai hamba Tuhan yang mampu menaati
ajaran agamanya dengan penyerahan secara total sesuai ucapan dalam sholat:
Pendidikan agama Islam adalah
proses mengarahkan manusia kepada kehidupannya yang baik dan mengangkat derajat
kemanusiannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya
(pengaruh dari luar). Pendapat ini didasarkan atas firman Allah dalam surat an Nahl, 78
sebagai berikut:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ
تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemahnya :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.[26]
Dengan demikian, pendidikan agama Islam memberikan
kesempatakan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari luar dan perkembangan
dari dalam diri anak didik, kemudian barulah fitrah itu diberi hak untuk membentuk
pribadi anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan mendidik dan
mengarahkan kemampuan dasar (fitrah) anak.
[1] Supeno, Hadi, Potret Guru, (Jakarta
: Pustaka Sinar Harapan, 1995), 124.
[2] Roestiyah,
Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, Jakarta : Bina Aksara, 1986), h. 73
[3]H.Mursal
H.M.Taher, Kamus Ilmu Jiwa dan
Pendidikan, (Bandung: Alma’ arif 1981), h. 59
[4]TM Hasbi
as Siddieqy, Al Islam, Jilid I,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 27
[5]Mustafa
Assiba’i, Sekularisme, diterjemahkan
oleh : Muammal Hamidy, dengan judul :
“Agama dan Negara”, (t.tp: Media Da’wah, 1403H/1983M), h. 7
[6]Departemen
Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Agama pada SMTP, (Jakarta: Proyek Pembinaan Pendidikan Agama pada Sekolah
Umum, 1985/1986), h. 36 - 37
[7]“Lihat”
Depdikbud RI, Bahan Dasar Peningkatan Wawasan kependidikan
Guru Agama Islam SLTA, (Jakarta : Dikdasmen, 1995), h. 98
[8]Mohd
Atiyah al Abrasy, Attarbiyyah al
Islamiyyah, (Beirut : Dar al ‘Ilm, t.th), h. 137-139
[9]
Depdikbud RI, Bahan Dasar … Op Cit.,
h. 99
[10]Omar
Mohammad al Toumi al Syaibani, Falsafatut Tarbiyyah al Islamiyyah,
diterjemahkan oleh : Hasan Langgulung, dengan judul : “Falsafah Pendidikan
Islam” (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h. 101.
[11]Depdikbud
RI, Ki Hajar Dewantara, (Jakarta: Proyek Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa, 1985), h. 77
[12]Ali
Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional,
t.th), h. 135
[13]M.Natsir,
Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 82
[14]Lihat
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h.
12 - 13
[15]Undang-Undang
Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Tp, t.th), h. 9
[16]Sidi
Gazalba, Azas agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 33
[17]Endang
Saifullah Anshari, Kuliah Islam, (Bandung : Pustaka, 1987), h. 52
[18]Muhammad al Naquib al Attas, Aims and
Objectives of Islamic education, (Jeddah: King Abdul Azis University,
1978), h. 157
[19]S.Muhammad
al Naquib al Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung : Mizan,
1984), h.10
[20]Abdul
Fattah Jalal, Min al Ushul al Tarbiyyah fi al Islam, (Kairo : al Markaz
al Dauli li al ta’lim, 1988), h. 17
[21]Abdurrahman
al Nahlawi, Ushul al Tarbiyah al Islamiyah wa a salibuha, (Dimsyaq Sirya
: Dar el Fikr, 1988), h. 12 - 13
[22] al
Jurjani, at Ta’rifat, (Tunisia, Dar el Tunisia, t.th), h. 82
[23]Ibid.
[24]Kamus
Bahasa Arab, Mu’jam al Washith, (Jakarta: Mathba’ Angkasa, t.th), h. 9
[25]Lihat
Arifin, Op Cit, h. 14
[26]Departemen
Agama, RI, Op Cit, h. 413
Tidak ada komentar:
Posting Komentar