Jumat, 22 Oktober 2010

Abu Syakkar Lakka


NURCHOLISH MADJID
(Islam Doktrin dan Peradaban)


MAKALAH


Disampaikan Dalam Seminar Mata Kuliah PMDI
Program Magister Pengkajian Islam Semester I



Oleh :
HASAN BASRI
 NIM :

Dosen Pembimbing :





PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
ANGKATAN XIV KELAS MPI-2 STAI DDI PAREPARE
2004
DINASTI SALAJIKAH
            (Pembentukan, kemajuan, kemunduran, dan kehancurannya)

Oleh : H.Abu Syakkar Lakka


I. Latarbelakang
Saljuq adalah sekumpulan suku Ogus (Turki) dari Asia Tengah yang berhasil membangun sebuah kekuasaan besar pada abad ke-11 di Asia Barat, termasuk Iran, Mesopotamia, palestina, siria dan Asia Kecil. Bermula dari munculnya seorang Oqus bernama Saljuq, sekelompok Ogus pada akhir abad ke10 mengembara ke hilir sungai Jaxartes, dan menetap di dekat Bukhara. Di kawasan ini mulailah mereka mengenal kekuasaan dinasti Samani.mungkin karena perhubungan yang semakin baik, terutama dengan mesuknya kelompok Oguz ini ke dalam Islam, penguasa Samani mengangkat Saljuq rupanya terus dijalankan bahkan setelah dinasti Gazhnawi menggantikan peranan Samani semenjak 999 (390 H). bagaimanapun baru setelah munculnya dua orang cucu Saljuq, Caghri Beg dan Teghril Beg, keluarga Saljuq secara jelas menampakkan kekuatan mereka, khurasan hampir secara penuh jatuh ke tangan Caghri.
Toghril Beg menjadi terkenal karena hubungannya dengan Khalifah di baghdad. Setelah melemahnya kekuatan Bani Buwaih di Persia, pada 1055 (447 H) Toghril memasuki Baghdad menyingkirkan pengaruh Buwaih yang Syi’ah dari istana Khalifah. Tindakan Toghril disambut secara hangat oleh Khalifah al Qaim yang kemudian menganugerahkan gelar sultan kepadanya. Sampai dengan meninggalnya pada 1063 (455 H), Toghril telah mampu memantapkan kekuasaannya di Mesopotamia dan belahan barat Persia. Dia juga berhasil mempertahankan Baghdad dari ancaman Basisiri yang didukung oleh Khalifah Fatimiyah di Kairo.
Alp Arsalan, pengganti Toghril berhasil memberikan andil dalam berbagai bidang. Secara militer kehebatan dinasti Saljuq dibuktikannya dengan memberikan pukulan hebat atas pasukan Bizantium dalam perang Mazikert pada 1071 (464 H). peristiwa ini sangat berarti bukan hanya bagi semakin terbukanya Asia kecil buat migrasi suku-suku Turki, melainkan merupakan kemenangan awal penting bagi tentara sultan dan Khalifah melawan pasukan reguler kaesar. Sementara itu dalam bidang pemerintahan Alp Arsalan beruntung mendapatkan seorang wazir yang bijak dan ulet, Nizam al Mulk. Keahlian dan ide Nizam al Mulk dalam pemerintahan relatif dapat diketahui dari karyanya yang terkenal Siyasat namah. Kemudian masa pemerintahan Alp juga ditandai dengan berdirinya madrasah yang memiliki cabang di berbagai kota atas inisiatif Nizam al Mulk. Lewat madrasah semacam ini pengajaran dapat diberi standar dan dilaksanakan secara seragam. Namun akibat system madrasah semacam ini terdapat perkembangan ilmu masih tetap diperdebatkan  di antara para pegamat. Walaupun masa kekuasaan keluarga Saljuq telah tumbuh system pendidikan Islam yang lebi teratur. Alp Arsalan digantikan anaknya, Malik Syah pada tahun 1071 M/464 H.1

II. Pembentukan Dinasti Saljuq
Pada abad kedua dan ketiga Hijrah kelompok-kelompok dari suku-suku kaum keturunan Turki mengungsi dari pedalaman Turkistan karena tekanan politik atau ekonomi atau kedua-duanya sekali, menuju ke arah barat, dan mencoba menetap di kawasan seberang sungai dan kawasan Khurasan. Pada mulanya suku-suku kaum ini tidak mempunyai satu kepemimpinan, dan tidak juga dikenali berasal dari suatu nisab keturunan. Ketika Saljuq muncul pada pertengahan kedua abad ke empat, suku-suku kaum ini telah bersatu di bawah pimpinannya dan digelarkan dengan namanya serta terus tunduk di bawah pemerintahan anak cucunya.
Kaum Saljuq itu bermukim berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah dan mereka telah memeluk agama Islam serta sangat fanatik dengan mazhab Ahlus Sunnah yang tersebar luas di kawasan itu dan yang lebih sesuai dengan mentalitas mereka. Peperangan-peperangan telah meletus di antara kaum Samaniyah dan kaum Ghaznah. Dan kaum Saljuq itu telah berpihak kepada kaum Samaniyah yang mendukungnya. Kaum Samaniyah juga telah membalasnya dengan mengizinkan kaum Saljuq menetap berdekatan dengan tebing sungai Sihun. Kerajaan Samanu\iyyah telah lumpuh pada penghujung abad keempat (tahun 389 H) berdepan dengan kekuatan kaum Saljuq untuk memerdekakan diri bersama-sama dengan sisa-sisa miliki kerajaan yang runtuh itu.
Saljuq telah meninggal dunia ketika berusia lebih kurang seratus tahun. Anaknya bernama Israel telah menggantikannya sebagai pemimpin baru bagi suku-suku kaum itu. Pemimpin kaum Ghaznah, Sultan Mahmud, mulai merasa curiga terhadap kekuatan yang baru muncul ini, namun ia berpura-pura bersikap cinta akan damai dan mengundang Israel untuk berunding. Tetapi Israel yang menyambut undangannya itu telah ditangkap dan dipenjarakan. Kaum Saljuq melantik pula saudara Israel yang bernama mikael untuk memimpin mereka. Mikael juga tertarik dengan sikap damai  Sultan Mahmud, pemimpin kaum Ghaznah itu, lebih-lebihlagi merasa kekuatan kaum Saljuq tidak dapat menentang keuatan kaum Ghaznah. Tetapi sikap berdamai ini tidak berkepanjangan, karena Sultan Mahmud telah menyerang kaum Saljuq dan memporak-porandakan mereka pada tahun 418 H, dan Mikael telah mneinggal dunia setelah itu. Hal-ihwal kaum Saljuq telah berserah pula kepada kedua-dua orang anak lelaki Mikael, yaitu Jughri Bey dan Tughril Bey. Kemudian Sultan Mahmud pula meninggal dunia, dan kematiannya telah merintis jalan ke arah kejayaan kaum Saljuq, karena anaknya yang bernama Mas’ud gagal memenuhi kekosongan besar yang ditinggalkan olehnya, dan telah tewas di tangan kaum Saljuq di medan  pertempuran Sarakhs pada tahun 429 H, serta mundur ke India dengan meninggalkan Khurasan dan kawasan seberang sungai untuk dikuasai oleh kekuatan yang baru itu. Pada tahun itu juga Tughrul Bey mengumumkan pendirian kerajaan Saljuq.
Setelah kedudukan kerajaan Saljuq itu mantap, barulah diiktiraf oleh Khalifah Abbasiyah pada tahun 432 H.2

III. Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Saljuq
a. Kemajuan Dinasti Saljuq
Setelah kedudukan kerajaan mantap kekuasaan kaum Saljuq terus meluas, khususnya di zaman Mali Syah yang menaklukkan wilayah Bukhara pada tahun 482 H, kemudian Samarkand, setelah mengenakan pengepungan di mana penduduk tempatan sendiri turut memberikan kerja sama ke arah kejayaannya dengan menyumbangkan bekalan makanan dan senjata kepada tentara Saljuq, sebagai tanda mengelu-elukan kedatangannya untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman dan keganasan kaum Ghaznah yang memerintah mereka pada masa tersebut.
Di negeri-negeri Islam, kaum Saljuq juga terkenal dengan gelaran Turkuman. Sesudah itu terjadi pula sengketa sesama kaum Ghaznah. Kaum Saljuq telah mengambil kesempatan dari keadaan ini, lantas menduduki Khuwarizm dan Tabarestan, serta melancarkan ebberapa serangan lagi dan berhasil menaklukkan Azarbaijan. Akhirnya mereka bergerak dengan penuh keazaman untuk menumpas sisa-sisa kaum Ghaznah di Parsi. Dengan itu mereka sudah berada di pintu masuk negeri Iraq.3
- Kaum Saljuq di Baghdad
Sementara bintang kaum Saljuq mulai terang, bintang Bani Buwaih mulai redup dan pudar. Keadaan-keadaan yang timbul semakin mempercepat lagi kaum Saljuq tiba ke Baghdad. Sultan Bani Buwaih, yaitu Raja Rahim adalah seorang yang kurang berpengaruh. Orang yang benar-benar berpengaruh di Baghdad pada ketika itu ialah salah seorang panglimanya dari keturunan Turki bernama Basairi. Panglima Turki ini telah memberontak dan menentang rajanya dan Khalifah Abbasiyah, serta mencoba berkuasa penuh dan berikrar taat setia kepada Khalifah Fatimiyah al Mustansir. Khalifah Abbasiyah al Qa’im telah meminta pertolongan dari Tughrul Bey pemimpin kaum Saljuq, dan Tughrul Bey telah mengambil kesempatan yang baik ini untuk memimpin bala tentaranya masuk Baghdad pada tahun 447 H. Khalifah telah mengelu-elukan ketibaannya dan memberi gelar Yamin Amirul Mu’minin serta meletakkan Raja Rahim di bawah kekuasaannya. Namanya telah disebut-sebut di dalam khutbah-khutbah sesudah sebutan nama Khalifah, dan nama Raja Rahim disebutkan setelah itu sekali-kali. Tetapi Tughrul Bey dengan segera menangkap Raja Rahim dan mengirimnya dengan Raiyi, sebagai tawanan untuk dimasukkan ke dalam penjara. Nama Raja Rahim kemudian telah terkikis dari khutbah-khutbah, dan dengan itu berakhirlah zaman Bani Buwaih dan bermulalah zaman kekuasaan kaum Saljuq.4
- Masalah Basasiri
Basasiri telah melarikan diri bila berhadapan dengan tentara Saljuq, dan menuju ke utara di mana dia berkomplot dengan Quraisy bin Badran, salah seorang amir kerajaan ‘Uqailiyah, kemudian setia kepada Khalifah Fatimiyah. Tughrul Bey telah melacaknya dan menyerang kota Mausil serta berhasil menumpas pengkhianat Basasiri, di samping itu Tughrul Bey juga telah mengembangkan pengaruhnya di Dar Bakr dan melantik Ibrahim Yanal saudara seibunya sebagai pemerintah Mausil dan Jazirah. Kamudian Tughrul Bey pulang ke Baghdad, sementara Basasiri melarikan diri ke arah negeri syam.
Tetapi Ibrahim Yanal telah berkhianat pula kepada sultan Saljuq dan terpaksa meninggalkan Mausil serta menuju ke Hamazan bersama-sama dengan tentaranya. Sebelum itu Ibrahim Yanal telah juga berkhianat, tetapi menyerah diri dan telah diampunkan oleh Tughrul Bey. Pada kali ini Tughrul Bey mengejarnya dan menimpakan ke atasnya kekalahan yang fatal berdekatan dengan Raiyi serta menangkap dan membunuhnya pada tahun  450 H.  pada masa itu negeri Iraq kosong daripada kaum Saljuq. Ini telah memberikan kesempatan kepada Basasiri untuk kembali ke Baghdad dan merampas kekuasaan serta mengumumkan ikrar taat setia Baghdad kepada Khalifah Fatimiyah.
Khalifah Abbasiyah telah meminta perlindungan, dan dengan itu selamatlah Khalifah abbasiyah dari dibunuh. Baghdad terus kekal tunduk di bawah kuasa Kahirah selama lebih satu tahun (450-451 H), sampai Tughrul Bey berhasil megalahkan pula Basasiri serta membunuhnya dan mengembalikan kembali kekuasaan kepada Khalifah Abbasiyah. Dengan itu mantaplah kedudukan kaum Saljuq di Baghdad dan mulailah zaman baru bagi pemerintahan Abbasiyah.          Khalifah-khalifah Abbasiyah di zaman Saljuq ialah :
- al Qaim (422-467 H). beliau menyaksikan berakhirnya zaman bani Buwaih dan menjelangnya zaman kaum Saljuq
- al Muqtadi (467-487 H).
- al Mustazhir (487-512 H).
- al Mustarsyid (512-529 H).
- al Rasyid (529-530 H).
- al Muktafi (530-555 H).
- al Mustanjid (555-566 H).
- al Mustadhi (566-575 H).
- al Nasir (575-622 H). beliau telah menyaksikan berakhirnya zaman kaum Saljuq, kemudian berpemerintahan sendiri di Baghdad dan kawasan-kawasan di sekitarnya pada tahun 590 H.5

b. Kemunduran Dinasti Saljuq
Sejak berdirinya dinasti Saljuq telah membagi kerajaan mereka menjadi beberapa wilayah kecil dengan masing-masing mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Saljuq juga. Setiap pemerintah itu bergelar Syah, yaitu Raja dan semuanya tunduk kepada pemimpin kerajaan yang diberi gelar Sultan atau Raja teragung.
Kaum Saljuq telah mengamalkan sistem ini sejak zaman Tughrul Bey. Setiap pemerintah wilayah mempunyai kekuasaan otonomi berhubung dengan hal ikhwal dalam wilayahnya, begitujuga berhak menaklukkan kawasan-kawasan berdekatan. Kekuasaan Sultan-sultan adalah meliputi berbagai wilayah di masa kekuatannya, tetapi apabila kekuatannya merosot dan kerajaan berpecah-belah, Sultan-sultan mulai kehilangan kekuasaan tersebut dan pemerintah-pemerintah wilayah berkuasa penuh ke atas hal ikhwal wilayah masing-masing.6
Sistem pemerintahan yang demikian itu, telah menanamkan bibit-bibit perpecahan yang dialami oleh kerajaan Saljuq, sehingga dari perpecahan tersebut maka lahir lima puak kaum Saljuq, yaitu kaum Saljuq ‘Izam, kaum Saljuq Syiria dan kaum Saljuq Roma. Ternyata bahwa sebagian dari puak-puak ini berasal dari kaum Saljuq ‘Izam, seperti kaum Saljuq Iraq, dan sebagian pula berada di kawasan yang baru dimasuki seperti kaum Saljuq Roma.7
c. Keruntuhan Kaum Saljuq
Berbagai faktor yang turut melemahkan kaum Saljuq, sebagian faktor datangnya dari luar dan yang lainnya faktor dari dalam negeri.
Faktor luar negeri berupa peperangan Salib, sedangkan di antara faktor-faktor dalam negeri ialah pemberontakan golongan Ismailiah dari kelompok Hassyasyin, perpecahan-perpecahan dalam negeri diakibatkan karena perluasan Kekuasaan Saljuq dan hasil dari cara hidup kaum Saljuq yang bersuku-suku, dan pengkhianatan sebagian pegawai pemerintah yang pernah menjadi hamba abdi kaum Saljuq, seperti Raja-Raja Khuarizm dan Ghur. Tetapi faktor keruntuhan dalam negeri yang terpenting sekali ialah berdirinya wilayah-wilayah Amiriyah Utabak.
Sumber wilayah-wilayah Ameriyah ini ialah kawasan-kawasan yang diberikan oleh wazir Nizamul Mulk kepada pemimpin-pemimpin tentara dan tokoh-tokoh kerajaan yang terkemuka sebagai ganti upah mereka biasanya pajak-pajak dikutip dari seluruh negeri untuk membiayai laskar-laskar dan tiada seorang pun diberi hak memiliki tanah. Apabila Nizamul Mulk mendapati hasil kutipan pajak sukar diperoleh dari seluruh negeri maka laskar-laskar itu diberikan tanah-tanah sebagai upahan.
Pada mulanya kawasan-kawasan itu tidak sedikitpun membahayakan integritas kerajaan. Tetapi kerjaan mulai melemah, setiap pemilik tanah itu merasa dirinya sebagai Amir dan pemerintah di kawasan tanah masig-masing serta memisahkan diri dari kaum Saljuq.
Dengan hal tersebut maka lahirlah Utabak Damsyik, Utabak Mausil, Utabak Jazirah dan sebagainya. Sebagian Utabak menggunakan beberapa orang untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan atas nama Amir Saljuq.8

d. Zaman Abbasiyah Terakhir
Khalifah Abbasiyah di Baghdad telah mengambil kesempatan dari kelemahan kaum Saljuq dan dari gerakan-gerakan pemisahan yang telah disebutkan itu, serta mengumumkan kemerdekannya memerintah di Baghdad dan kawasan-kawasan di sekitarnya. Dengan itu bermulalah zaman terakhir bagi pemerintahan Abbasiyah.
Khalifah-khalifah Abbasiyah di zaman itu ialah :
-         an Nasr (575-622 H). Menyaksikan berakhirnya kaum Saljuq dan seterusnya bersendirian memerintah di Baghdad tahun 590.
-         az Zahir (622-623 H)
-         al Mustansir (623-640 H)
-         al Musta’sim (640-666 H). khalifah Abbasiyah yang terakhir dan telah dibunuh oleh kaum Moghul yang menyerang dunia Islam serta menamatkan pemerintahan Abbasiyah.9
IV. Kesimpulan
1. Dinasti Saljuq berdiri pada tahun 429 H dan setelah kedudukan kerajaan Saljuq mantap, barulah diiktiraf oleh Khalifah Abbasiyah 432 H.
2. Sejak didirikan, kaum Saljuq membagi kerajaan mereka menjadi beberapa wilayah kecil dengan masing-masing mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Saljuq juga.
3. Pada zaman kaum Saljuq, Baghdad mendapatkan sebagian kedudukannya yang asal sebagai ibu kota kerohanian, tetapi pengaruh politik terus berada di ibu kota kaum Saljuq di Nisabur kemudian di raiyi.
4. Faktor yang menyebabkan kemunduran dan keruntuhan kaum Saljuq adalah karena terjadinya perpecahan dalam negeri dengan cara hidup yang bersuku-suku di samping pengkhianatan sebagian pegawai pemerintah yang pernah menjadi hamba abdi kaum Saljuq.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar