NURCHOLISH MADJID
(Islam
Doktrin dan Peradaban)
MAKALAH
Disampaikan Dalam Seminar Mata Kuliah
PMDI
Program
Magister Pengkajian Islam Semester I
Oleh :
HASAN BASRI
NIM :
Dosen Pembimbing :
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
ANGKATAN XIV
KELAS MPI-2 STAI DDI PAREPARE
2004
DINASTI SALAJIKAH
(Pembentukan, kemajuan, kemunduran,
dan kehancurannya)
Oleh : H.Abu
Syakkar Lakka
I. Latarbelakang
Saljuq adalah sekumpulan suku Ogus (Turki) dari Asia
Tengah yang berhasil membangun sebuah kekuasaan besar pada abad ke-11 di Asia
Barat, termasuk Iran, Mesopotamia, palestina, siria dan Asia Kecil. Bermula
dari munculnya seorang Oqus bernama Saljuq, sekelompok Ogus pada akhir abad ke10
mengembara ke hilir sungai Jaxartes, dan menetap di dekat Bukhara. Di kawasan
ini mulailah mereka mengenal kekuasaan dinasti Samani.mungkin karena
perhubungan yang semakin baik, terutama dengan mesuknya kelompok Oguz ini ke
dalam Islam, penguasa Samani mengangkat Saljuq rupanya terus dijalankan bahkan
setelah dinasti Gazhnawi menggantikan peranan Samani semenjak 999 (390 H).
bagaimanapun baru setelah munculnya dua orang cucu Saljuq, Caghri Beg dan
Teghril Beg, keluarga Saljuq secara jelas menampakkan kekuatan mereka, khurasan
hampir secara penuh jatuh ke tangan Caghri.
Toghril Beg menjadi terkenal karena hubungannya dengan
Khalifah di baghdad. Setelah melemahnya kekuatan Bani Buwaih di Persia, pada
1055 (447 H) Toghril memasuki Baghdad menyingkirkan pengaruh Buwaih yang Syi’ah
dari istana Khalifah. Tindakan Toghril disambut secara hangat oleh Khalifah al
Qaim yang kemudian menganugerahkan gelar sultan kepadanya. Sampai dengan
meninggalnya pada 1063 (455 H), Toghril telah mampu memantapkan kekuasaannya di
Mesopotamia dan belahan barat Persia. Dia juga berhasil mempertahankan Baghdad
dari ancaman Basisiri yang didukung oleh Khalifah Fatimiyah di Kairo.
Alp Arsalan, pengganti Toghril berhasil memberikan
andil dalam berbagai bidang. Secara militer kehebatan dinasti Saljuq
dibuktikannya dengan memberikan pukulan hebat atas pasukan Bizantium dalam
perang Mazikert pada 1071 (464 H). peristiwa ini sangat berarti bukan hanya
bagi semakin terbukanya Asia kecil buat migrasi suku-suku Turki, melainkan
merupakan kemenangan awal penting bagi tentara sultan dan Khalifah melawan
pasukan reguler kaesar. Sementara itu dalam bidang pemerintahan Alp Arsalan
beruntung mendapatkan seorang wazir yang bijak dan ulet, Nizam al Mulk.
Keahlian dan ide Nizam al Mulk dalam pemerintahan relatif dapat diketahui dari
karyanya yang terkenal Siyasat namah. Kemudian masa pemerintahan Alp juga
ditandai dengan berdirinya madrasah yang memiliki cabang di berbagai kota atas
inisiatif Nizam al Mulk. Lewat madrasah semacam ini pengajaran dapat diberi standar
dan dilaksanakan secara seragam. Namun akibat system madrasah semacam ini
terdapat perkembangan ilmu masih tetap diperdebatkan di antara para pegamat. Walaupun masa
kekuasaan keluarga Saljuq telah tumbuh system pendidikan Islam yang lebi
teratur. Alp Arsalan digantikan anaknya, Malik Syah pada tahun 1071 M/464 H.1
II. Pembentukan Dinasti Saljuq
Pada abad kedua dan ketiga Hijrah kelompok-kelompok
dari suku-suku kaum keturunan Turki mengungsi dari pedalaman Turkistan karena
tekanan politik atau ekonomi atau kedua-duanya sekali, menuju ke arah barat,
dan mencoba menetap di kawasan seberang sungai dan kawasan Khurasan. Pada
mulanya suku-suku kaum ini tidak mempunyai satu kepemimpinan, dan tidak juga
dikenali berasal dari suatu nisab keturunan. Ketika Saljuq muncul pada
pertengahan kedua abad ke empat, suku-suku kaum ini telah bersatu di bawah
pimpinannya dan digelarkan dengan namanya serta terus tunduk di bawah
pemerintahan anak cucunya.
Kaum Saljuq itu bermukim berdekatan dengan kaum
Samaniyah dan Ghaznah dan mereka telah memeluk agama Islam serta sangat fanatik
dengan mazhab Ahlus Sunnah yang tersebar luas di kawasan itu dan yang lebih
sesuai dengan mentalitas mereka. Peperangan-peperangan telah meletus di antara
kaum Samaniyah dan kaum Ghaznah. Dan kaum Saljuq itu telah berpihak kepada kaum
Samaniyah yang mendukungnya. Kaum Samaniyah juga telah membalasnya dengan
mengizinkan kaum Saljuq menetap berdekatan dengan tebing sungai Sihun. Kerajaan
Samanu\iyyah telah lumpuh pada penghujung abad keempat (tahun 389 H) berdepan
dengan kekuatan kaum Saljuq untuk memerdekakan diri bersama-sama dengan
sisa-sisa miliki kerajaan yang runtuh itu.
Saljuq telah meninggal dunia ketika berusia lebih
kurang seratus tahun. Anaknya bernama Israel telah menggantikannya sebagai pemimpin
baru bagi suku-suku kaum itu. Pemimpin kaum Ghaznah, Sultan Mahmud, mulai
merasa curiga terhadap kekuatan yang baru muncul ini, namun ia berpura-pura
bersikap cinta akan damai dan mengundang Israel untuk berunding. Tetapi Israel
yang menyambut undangannya itu telah ditangkap dan dipenjarakan. Kaum Saljuq
melantik pula saudara Israel yang bernama mikael untuk memimpin mereka. Mikael
juga tertarik dengan sikap damai Sultan
Mahmud, pemimpin kaum Ghaznah itu, lebih-lebihlagi merasa kekuatan kaum Saljuq
tidak dapat menentang keuatan kaum Ghaznah. Tetapi sikap berdamai ini tidak
berkepanjangan, karena Sultan Mahmud telah menyerang kaum Saljuq dan
memporak-porandakan mereka pada tahun 418 H, dan Mikael telah mneinggal dunia
setelah itu. Hal-ihwal kaum Saljuq telah berserah pula kepada kedua-dua orang
anak lelaki Mikael, yaitu Jughri Bey dan Tughril Bey. Kemudian Sultan Mahmud
pula meninggal dunia, dan kematiannya telah merintis jalan ke arah kejayaan
kaum Saljuq, karena anaknya yang bernama Mas’ud gagal memenuhi kekosongan besar
yang ditinggalkan olehnya, dan telah tewas di tangan kaum Saljuq di medan pertempuran Sarakhs pada tahun 429 H, serta
mundur ke India dengan meninggalkan Khurasan dan kawasan seberang sungai untuk
dikuasai oleh kekuatan yang baru itu. Pada tahun itu juga Tughrul Bey
mengumumkan pendirian kerajaan Saljuq.
Setelah kedudukan kerajaan Saljuq itu mantap, barulah
diiktiraf oleh Khalifah Abbasiyah pada tahun 432 H.2
III. Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Saljuq
a. Kemajuan Dinasti Saljuq
Setelah kedudukan kerajaan mantap kekuasaan kaum
Saljuq terus meluas, khususnya di zaman Mali Syah yang menaklukkan wilayah
Bukhara pada tahun 482 H, kemudian Samarkand, setelah mengenakan pengepungan di
mana penduduk tempatan sendiri turut memberikan kerja sama ke arah kejayaannya
dengan menyumbangkan bekalan makanan dan senjata kepada tentara Saljuq, sebagai
tanda mengelu-elukan kedatangannya untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman
dan keganasan kaum Ghaznah yang memerintah mereka pada masa tersebut.
Di negeri-negeri Islam, kaum Saljuq juga terkenal
dengan gelaran Turkuman. Sesudah itu terjadi pula sengketa sesama kaum Ghaznah.
Kaum Saljuq telah mengambil kesempatan dari keadaan ini, lantas menduduki
Khuwarizm dan Tabarestan, serta melancarkan ebberapa serangan lagi dan berhasil
menaklukkan Azarbaijan. Akhirnya mereka bergerak dengan penuh keazaman untuk
menumpas sisa-sisa kaum Ghaznah di Parsi. Dengan itu mereka sudah berada di
pintu masuk negeri Iraq.3
- Kaum Saljuq di Baghdad
Sementara bintang kaum Saljuq mulai terang, bintang
Bani Buwaih mulai redup dan pudar. Keadaan-keadaan yang timbul semakin
mempercepat lagi kaum Saljuq tiba ke Baghdad. Sultan Bani Buwaih, yaitu Raja
Rahim adalah seorang yang kurang berpengaruh. Orang yang benar-benar
berpengaruh di Baghdad pada ketika itu ialah salah seorang panglimanya dari
keturunan Turki bernama Basairi. Panglima Turki ini telah memberontak dan
menentang rajanya dan Khalifah Abbasiyah, serta mencoba berkuasa penuh dan
berikrar taat setia kepada Khalifah Fatimiyah al Mustansir. Khalifah Abbasiyah
al Qa’im telah meminta pertolongan dari Tughrul Bey pemimpin kaum Saljuq, dan
Tughrul Bey telah mengambil kesempatan yang baik ini untuk memimpin bala
tentaranya masuk Baghdad pada tahun 447 H. Khalifah telah mengelu-elukan
ketibaannya dan memberi gelar Yamin Amirul Mu’minin serta meletakkan Raja Rahim
di bawah kekuasaannya. Namanya telah disebut-sebut di dalam khutbah-khutbah
sesudah sebutan nama Khalifah, dan nama Raja Rahim disebutkan setelah itu
sekali-kali. Tetapi Tughrul Bey dengan segera menangkap Raja Rahim dan
mengirimnya dengan Raiyi, sebagai tawanan untuk dimasukkan ke dalam penjara.
Nama Raja Rahim kemudian telah terkikis dari khutbah-khutbah, dan dengan itu
berakhirlah zaman Bani Buwaih dan bermulalah zaman kekuasaan kaum Saljuq.4
- Masalah Basasiri
Basasiri telah melarikan diri bila berhadapan dengan
tentara Saljuq, dan menuju ke utara di mana dia berkomplot dengan Quraisy bin
Badran, salah seorang amir kerajaan ‘Uqailiyah, kemudian setia kepada Khalifah
Fatimiyah. Tughrul Bey telah melacaknya dan menyerang kota Mausil serta
berhasil menumpas pengkhianat Basasiri, di samping itu Tughrul Bey juga telah
mengembangkan pengaruhnya di Dar Bakr dan melantik Ibrahim Yanal saudara
seibunya sebagai pemerintah Mausil dan Jazirah. Kamudian Tughrul Bey pulang ke
Baghdad, sementara Basasiri melarikan diri ke arah negeri syam.
Tetapi Ibrahim Yanal telah berkhianat pula kepada
sultan Saljuq dan terpaksa meninggalkan Mausil serta menuju ke Hamazan
bersama-sama dengan tentaranya. Sebelum itu Ibrahim Yanal telah juga
berkhianat, tetapi menyerah diri dan telah diampunkan oleh Tughrul Bey. Pada
kali ini Tughrul Bey mengejarnya dan menimpakan ke atasnya kekalahan yang fatal
berdekatan dengan Raiyi serta menangkap dan membunuhnya pada tahun 450 H.
pada masa itu negeri Iraq kosong daripada kaum Saljuq. Ini telah
memberikan kesempatan kepada Basasiri untuk kembali ke Baghdad dan merampas
kekuasaan serta mengumumkan ikrar taat setia Baghdad kepada Khalifah Fatimiyah.
Khalifah Abbasiyah telah meminta perlindungan, dan
dengan itu selamatlah Khalifah abbasiyah dari dibunuh. Baghdad terus kekal
tunduk di bawah kuasa Kahirah selama lebih satu tahun (450-451 H), sampai
Tughrul Bey berhasil megalahkan pula Basasiri serta membunuhnya dan mengembalikan
kembali kekuasaan kepada Khalifah Abbasiyah. Dengan itu mantaplah kedudukan
kaum Saljuq di Baghdad dan mulailah zaman baru bagi pemerintahan Abbasiyah. Khalifah-khalifah Abbasiyah di zaman
Saljuq ialah :
- al Qaim
(422-467 H). beliau menyaksikan berakhirnya zaman bani Buwaih dan menjelangnya
zaman kaum Saljuq
- al Muqtadi (467-487 H).
- al Mustazhir (487-512 H).
- al Mustarsyid (512-529 H).
- al Rasyid (529-530 H).
- al Muktafi (530-555 H).
- al Mustanjid (555-566 H).
- al Mustadhi (566-575 H).
- al Nasir (575-622 H). beliau telah menyaksikan
berakhirnya zaman kaum Saljuq, kemudian berpemerintahan sendiri di Baghdad dan
kawasan-kawasan di sekitarnya pada tahun 590 H.5
b. Kemunduran Dinasti Saljuq
Sejak berdirinya dinasti Saljuq telah membagi kerajaan
mereka menjadi beberapa wilayah kecil dengan masing-masing mempunyai seorang
pemerintah dari keluarga Saljuq juga. Setiap pemerintah itu bergelar Syah,
yaitu Raja dan semuanya tunduk kepada pemimpin kerajaan yang diberi gelar
Sultan atau Raja teragung.
Kaum Saljuq telah mengamalkan sistem ini sejak zaman
Tughrul Bey. Setiap pemerintah wilayah mempunyai kekuasaan otonomi berhubung
dengan hal ikhwal dalam wilayahnya, begitujuga berhak menaklukkan
kawasan-kawasan berdekatan. Kekuasaan Sultan-sultan adalah meliputi berbagai
wilayah di masa kekuatannya, tetapi apabila kekuatannya merosot dan kerajaan
berpecah-belah, Sultan-sultan mulai kehilangan kekuasaan tersebut dan
pemerintah-pemerintah wilayah berkuasa penuh ke atas hal ikhwal wilayah
masing-masing.6
Sistem pemerintahan yang demikian itu, telah
menanamkan bibit-bibit perpecahan yang dialami oleh kerajaan Saljuq, sehingga
dari perpecahan tersebut maka lahir lima puak kaum Saljuq, yaitu kaum Saljuq
‘Izam, kaum Saljuq Syiria dan kaum Saljuq Roma. Ternyata bahwa sebagian dari
puak-puak ini berasal dari kaum Saljuq ‘Izam, seperti kaum Saljuq Iraq, dan
sebagian pula berada di kawasan yang baru dimasuki seperti kaum Saljuq Roma.7
c. Keruntuhan Kaum Saljuq
Berbagai faktor yang turut melemahkan kaum Saljuq,
sebagian faktor datangnya dari luar dan yang lainnya faktor dari dalam negeri.
Faktor luar negeri berupa peperangan Salib, sedangkan
di antara faktor-faktor dalam negeri ialah pemberontakan golongan Ismailiah
dari kelompok Hassyasyin, perpecahan-perpecahan dalam negeri diakibatkan karena
perluasan Kekuasaan Saljuq dan hasil dari cara hidup kaum Saljuq yang
bersuku-suku, dan pengkhianatan sebagian pegawai pemerintah yang pernah menjadi
hamba abdi kaum Saljuq, seperti Raja-Raja Khuarizm dan Ghur. Tetapi faktor
keruntuhan dalam negeri yang terpenting sekali ialah berdirinya wilayah-wilayah
Amiriyah Utabak.
Sumber wilayah-wilayah Ameriyah ini ialah
kawasan-kawasan yang diberikan oleh wazir Nizamul Mulk kepada pemimpin-pemimpin
tentara dan tokoh-tokoh kerajaan yang terkemuka sebagai ganti upah mereka
biasanya pajak-pajak dikutip dari seluruh negeri untuk membiayai laskar-laskar
dan tiada seorang pun diberi hak memiliki tanah. Apabila Nizamul Mulk mendapati
hasil kutipan pajak sukar diperoleh dari seluruh negeri maka laskar-laskar itu
diberikan tanah-tanah sebagai upahan.
Pada mulanya kawasan-kawasan itu tidak sedikitpun
membahayakan integritas kerajaan. Tetapi kerjaan mulai melemah, setiap pemilik
tanah itu merasa dirinya sebagai Amir dan pemerintah di kawasan tanah masig-masing
serta memisahkan diri dari kaum Saljuq.
Dengan hal tersebut maka lahirlah Utabak Damsyik,
Utabak Mausil, Utabak Jazirah dan sebagainya. Sebagian Utabak menggunakan
beberapa orang untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan atas nama Amir Saljuq.8
d. Zaman Abbasiyah Terakhir
Khalifah Abbasiyah di Baghdad telah mengambil
kesempatan dari kelemahan kaum Saljuq dan dari gerakan-gerakan pemisahan yang
telah disebutkan itu, serta mengumumkan kemerdekannya memerintah di Baghdad dan
kawasan-kawasan di sekitarnya. Dengan itu bermulalah zaman terakhir bagi
pemerintahan Abbasiyah.
Khalifah-khalifah Abbasiyah di zaman itu ialah :
-
an Nasr (575-622 H). Menyaksikan berakhirnya kaum
Saljuq dan seterusnya bersendirian memerintah di Baghdad tahun 590.
-
az Zahir (622-623 H)
-
al Mustansir (623-640 H)
-
al Musta’sim (640-666 H). khalifah Abbasiyah yang
terakhir dan telah dibunuh oleh kaum Moghul yang menyerang dunia Islam serta
menamatkan pemerintahan Abbasiyah.9
IV. Kesimpulan
1. Dinasti
Saljuq berdiri pada tahun 429 H dan setelah kedudukan kerajaan Saljuq mantap,
barulah diiktiraf oleh Khalifah Abbasiyah 432 H.
2. Sejak
didirikan, kaum Saljuq membagi kerajaan mereka menjadi beberapa wilayah kecil
dengan masing-masing mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Saljuq juga.
3. Pada zaman
kaum Saljuq, Baghdad mendapatkan sebagian kedudukannya yang asal sebagai ibu
kota kerohanian, tetapi pengaruh politik terus berada di ibu kota kaum Saljuq
di Nisabur kemudian di raiyi.
4. Faktor yang
menyebabkan kemunduran dan keruntuhan kaum Saljuq adalah karena terjadinya
perpecahan dalam negeri dengan cara hidup yang bersuku-suku di samping
pengkhianatan sebagian pegawai pemerintah yang pernah menjadi hamba abdi kaum
Saljuq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar