Sabtu, 30 Oktober 2010

Darmawati DDI Alfurqan Parepare


KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK
(SuatuKajianEfektivitasPendidikandalam Komunikasi Keluarga
terhadap Anak di MA DDI Al Furqan Parepare)





..\..\..\..\My Pictures\Umi 1.jpg




TUGAS



Oleh :


DARMAWATI. H
  NIM : 00….03.24.2009



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2010



LATARBELAKANG MASALAH

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[1]

Mengacu pada tujuan pendidikan nasional tersebut seharusnya proses pendidikan dapat menggunapan strategi yang tepat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Namun, dalam praktiknya ternyata tujuan pendidikan nasional tersebut belum sepenuhnya tercapai. Salah satufenomena yang adaakhir-akhirini yang sangatmemprihatinkan, mengenaimudahnyaparapelajarberkelahi.  Tidakadaangindanhujanbisaterjadibenturanfisik, tidakadamasalah, tahu-tahubres.  Kenapaanak-anaksekarangpersisseperti robot.[2]
Perilakutersebutmerupakangejala yang adadalammasyarakat.  Salah satufaktor yang didugamenjadisebabtimbulnyatingkahlakuagresifadalahkecenderunganpolaasuhtertentudariorang tua (child rearing).  Hubunganorang tuadengananakmerupakaninteraksiantaraorang tuadengananaknyaselamamengadakanpengasuhan.  Salah satufaktordalamkeluarga yang mempunyaiperananpentingdalampembentukankepribadianadalahpraktikpengasuhanorang tuakepadaanaknya.  Hal inidikuatkanolehpendapat Brown yang mengatakanbahwakeluargaadalah “lingkungan yang pertama kali menerimakehadirananak”[3]
Perkembangantingkahlakupositifpadaanakdipengaruhiolehorang tuanyamelaluipengontrolanpengalamanibadahdanpengalamaneducatifanakdanjugacaraorang tuamemberikanpenguatanataupunhukumanterhadaptingkahlakunegatif.  DalamhaltingkahlakunegatifmisalnyasajaprilakuagresifmenurutpenelitianMussen, anakpadausia 6–10 tahuntingkahlakuagresifakantampaksebagaikemarahandanhalinipadamasaremajaakantampaksebagaitingkahlakuagresif.[4]  Bandura mengatakanbahwaanakbelajarbertingkahlakuagresifmelaluiimitasiatau model terutamadariorang tuanya, guru dananak-anak  lainnya.  Iajugamengatakanbahwadalammasyarakat modern adatigasumber  munculnyatingkahlakuagresif.  Pertama, pengaruhkeluarga. Kedua, pengaruhsubkultural.[5]  Dalamkontekspengaruhsubkulturalinisumberagresiadalahkomunikasiataukontaklangsung yang berulang kali terjadiantarsesamaanggotamasyarakat di lingkungananaktinggal.  Mengingatkondisiremaja, makapeer group berperanjugadalammewarnaiperilakuremaja yang bersangkutan.  Ketiga, modelling (vicarious leaming), merupakansumbertingkahlakuagresisecaratidaklangsung yang didapatmelalui mass media, misalnyatelevisi, majalah, koran, video ataubioskop.Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum sepenuhnya mencerminkan perilaku-perilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut sehingga timbullah gagasan untuk membentuk masyarakat madani termasuk di masyarakat kampus dan lingkungan keluarga, yaitu antara orang tua dan anak.
Berbicara tentang hubungan orang tua dengan anak, maka tergambar suatu lingkungan rumah tangga yang terdiri dari kedua orang tua dan anak serta seluruh anggota keluarga lainnya. Eksistensi lingkungan rumah tangga adalah salah satu lingkungan pendidikan yang cukup berpengaruh untuk membimbing, membina dan mengembangkan potensi anak, terutama potensi imaniyah. Sebagai suatu lingkungan pendidikan yang mempunyai karakteristik tersendiri, lingkungan rumah tangga merupakan tempat membimbing anak agar mempunyai perilaku dan kepribadian yang sesuai dengan tuntunan  nilai-nilai ajaran Islam. Hal tersebut  dapat  terjadi  karena  lingkungan  rumah tangga merupakan tempat  yang  pertama  dan  utama  bagi seorang anak untuk menerima  pendidikan, selain itu kedua orang tua terutama ibu mempunyai waktu yang cukup luang untuk membimbing dan mengarahkan anak.
Dengan  demikian hubungan kedua orang tua sebagai sumber belajar bagi anak adalah sangat dituntut berlangsung harmonis sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung positif dan berdaya guna, sehingga terwujud kepribadian anak yang berakhlakul karimah atau sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Oleh karena itu, komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti antara orang tua dengan anak atau sebaliknya. Awal terjadinya komunikasi karena ada suatu pesan yang ingin disampaikan. Siapa yang berkepentingan untuk menyampaikan suatu pesan berpeluang untuk memulai komunikasi.
Pola komunikasi yang dibangun dalam rumah tangga akan mempengaruhi pola asuh orang tua. Kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta dilandasi cinta dan kasih sayang dengan memposisikan anak sebagai subjek yang harus dibina, dibimbing, dan dididk dan bukan sebagai objek semata.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian literatur dengan judul : Komunikasi Orang Tua dan Anak (Suatu Kajian Efektivitas Pendidikan dalam Keluarga terhadap Anak di MA DDI Al Furqan Parepare)".



RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latarbelakang masalah yang diuraikan pada  pembahasan terdahulu, pada sub ini penulis dapat mengajukan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk komunikasi antara orang tua dengan anak dalam keluarga yang berhubungan dengan pendidikan Islam?
2. Adakah hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan pendidikan anak dalam perspektif Islam?




[1]Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Cipta Nusa, 2003), h. 11

[2]Wawasan.Koran Jawa Tengah.Tanggal 9 Februari 2001.

[3]Brown.Educational Psychology, Cet. II. (New Jersey: Prentice Hall Engelwood. 1961), h. 76 

[4]Musen&Kogan.Child Development and Personality, Cet 5 (New York: Harper and Row Publisher, 1979), h. 109

[5]Bandura, On Social Leaming and Aggression.(New York: University Press, 1976), h. 256 - 260

KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK
(SuatuKajianEfektivitasPendidikandalam Komunikasi Keluarga
terhadap Anak di MA DDI Al Furqan Parepare)





..\..\..\..\My Pictures\Umi 1.jpg




TUGAS



Oleh :


DARMAWATI. H
  NIM : 00….03.24.2009



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2010



LATARBELAKANG MASALAH

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[1]

Mengacu pada tujuan pendidikan nasional tersebut seharusnya proses pendidikan dapat menggunapan strategi yang tepat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Namun, dalam praktiknya ternyata tujuan pendidikan nasional tersebut belum sepenuhnya tercapai. Salah satufenomena yang adaakhir-akhirini yang sangatmemprihatinkan, mengenaimudahnyaparapelajarberkelahi.  Tidakadaangindanhujanbisaterjadibenturanfisik, tidakadamasalah, tahu-tahubres.  Kenapaanak-anaksekarangpersisseperti robot.[2]
Perilakutersebutmerupakangejala yang adadalammasyarakat.  Salah satufaktor yang didugamenjadisebabtimbulnyatingkahlakuagresifadalahkecenderunganpolaasuhtertentudariorang tua (child rearing).  Hubunganorang tuadengananakmerupakaninteraksiantaraorang tuadengananaknyaselamamengadakanpengasuhan.  Salah satufaktordalamkeluarga yang mempunyaiperananpentingdalampembentukankepribadianadalahpraktikpengasuhanorang tuakepadaanaknya.  Hal inidikuatkanolehpendapat Brown yang mengatakanbahwakeluargaadalah “lingkungan yang pertama kali menerimakehadirananak”[3]
Perkembangantingkahlakupositifpadaanakdipengaruhiolehorang tuanyamelaluipengontrolanpengalamanibadahdanpengalamaneducatifanakdanjugacaraorang tuamemberikanpenguatanataupunhukumanterhadaptingkahlakunegatif.  DalamhaltingkahlakunegatifmisalnyasajaprilakuagresifmenurutpenelitianMussen, anakpadausia 6–10 tahuntingkahlakuagresifakantampaksebagaikemarahandanhalinipadamasaremajaakantampaksebagaitingkahlakuagresif.[4]  Bandura mengatakanbahwaanakbelajarbertingkahlakuagresifmelaluiimitasiatau model terutamadariorang tuanya, guru dananak-anak  lainnya.  Iajugamengatakanbahwadalammasyarakat modern adatigasumber  munculnyatingkahlakuagresif.  Pertama, pengaruhkeluarga. Kedua, pengaruhsubkultural.[5]  Dalamkontekspengaruhsubkulturalinisumberagresiadalahkomunikasiataukontaklangsung yang berulang kali terjadiantarsesamaanggotamasyarakat di lingkungananaktinggal.  Mengingatkondisiremaja, makapeer group berperanjugadalammewarnaiperilakuremaja yang bersangkutan.  Ketiga, modelling (vicarious leaming), merupakansumbertingkahlakuagresisecaratidaklangsung yang didapatmelalui mass media, misalnyatelevisi, majalah, koran, video ataubioskop.Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum sepenuhnya mencerminkan perilaku-perilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut sehingga timbullah gagasan untuk membentuk masyarakat madani termasuk di masyarakat kampus dan lingkungan keluarga, yaitu antara orang tua dan anak.
Berbicara tentang hubungan orang tua dengan anak, maka tergambar suatu lingkungan rumah tangga yang terdiri dari kedua orang tua dan anak serta seluruh anggota keluarga lainnya. Eksistensi lingkungan rumah tangga adalah salah satu lingkungan pendidikan yang cukup berpengaruh untuk membimbing, membina dan mengembangkan potensi anak, terutama potensi imaniyah. Sebagai suatu lingkungan pendidikan yang mempunyai karakteristik tersendiri, lingkungan rumah tangga merupakan tempat membimbing anak agar mempunyai perilaku dan kepribadian yang sesuai dengan tuntunan  nilai-nilai ajaran Islam. Hal tersebut  dapat  terjadi  karena  lingkungan  rumah tangga merupakan tempat  yang  pertama  dan  utama  bagi seorang anak untuk menerima  pendidikan, selain itu kedua orang tua terutama ibu mempunyai waktu yang cukup luang untuk membimbing dan mengarahkan anak.
Dengan  demikian hubungan kedua orang tua sebagai sumber belajar bagi anak adalah sangat dituntut berlangsung harmonis sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung positif dan berdaya guna, sehingga terwujud kepribadian anak yang berakhlakul karimah atau sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Oleh karena itu, komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti antara orang tua dengan anak atau sebaliknya. Awal terjadinya komunikasi karena ada suatu pesan yang ingin disampaikan. Siapa yang berkepentingan untuk menyampaikan suatu pesan berpeluang untuk memulai komunikasi.
Pola komunikasi yang dibangun dalam rumah tangga akan mempengaruhi pola asuh orang tua. Kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta dilandasi cinta dan kasih sayang dengan memposisikan anak sebagai subjek yang harus dibina, dibimbing, dan dididk dan bukan sebagai objek semata.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian literatur dengan judul : Komunikasi Orang Tua dan Anak (Suatu Kajian Efektivitas Pendidikan dalam Keluarga terhadap Anak di MA DDI Al Furqan Parepare)".



RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latarbelakang masalah yang diuraikan pada  pembahasan terdahulu, pada sub ini penulis dapat mengajukan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk komunikasi antara orang tua dengan anak dalam keluarga yang berhubungan dengan pendidikan Islam?
2. Adakah hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan pendidikan anak dalam perspektif Islam?




[1]Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Cipta Nusa, 2003), h. 11

[2]Wawasan.Koran Jawa Tengah.Tanggal 9 Februari 2001.

[3]Brown.Educational Psychology, Cet. II. (New Jersey: Prentice Hall Engelwood. 1961), h. 76 

[4]Musen&Kogan.Child Development and Personality, Cet 5 (New York: Harper and Row Publisher, 1979), h. 109

[5]Bandura, On Social Leaming and Aggression.(New York: University Press, 1976), h. 256 - 260

KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK
(SuatuKajianEfektivitasPendidikandalam Komunikasi Keluarga
terhadap Anak di MA DDI Al Furqan Parepare)










TUGAS



Oleh :


DARMAWATI. H
  NIM : 00….03.24.2009



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2010



LATARBELAKANG MASALAH

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[1]

Mengacu pada tujuan pendidikan nasional tersebut seharusnya proses pendidikan dapat menggunapan strategi yang tepat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Namun, dalam praktiknya ternyata tujuan pendidikan nasional tersebut belum sepenuhnya tercapai. Salah satufenomena yang adaakhir-akhirini yang sangatmemprihatinkan, mengenaimudahnyaparapelajarberkelahi.  Tidakadaangindanhujanbisaterjadibenturanfisik, tidakadamasalah, tahu-tahubres.  Kenapaanak-anaksekarangpersisseperti robot.[2]
Perilakutersebutmerupakangejala yang adadalammasyarakat.  Salah satufaktor yang didugamenjadisebabtimbulnyatingkahlakuagresifadalahkecenderunganpolaasuhtertentudariorang tua (child rearing).  Hubunganorang tuadengananakmerupakaninteraksiantaraorang tuadengananaknyaselamamengadakanpengasuhan.  Salah satufaktordalamkeluarga yang mempunyaiperananpentingdalampembentukankepribadianadalahpraktikpengasuhanorang tuakepadaanaknya.  Hal inidikuatkanolehpendapat Brown yang mengatakanbahwakeluargaadalah “lingkungan yang pertama kali menerimakehadirananak”[3]
Perkembangantingkahlakupositifpadaanakdipengaruhiolehorang tuanyamelaluipengontrolanpengalamanibadahdanpengalamaneducatifanakdanjugacaraorang tuamemberikanpenguatanataupunhukumanterhadaptingkahlakunegatif.  DalamhaltingkahlakunegatifmisalnyasajaprilakuagresifmenurutpenelitianMussen, anakpadausia 6–10 tahuntingkahlakuagresifakantampaksebagaikemarahandanhalinipadamasaremajaakantampaksebagaitingkahlakuagresif.[4]  Bandura mengatakanbahwaanakbelajarbertingkahlakuagresifmelaluiimitasiatau model terutamadariorang tuanya, guru dananak-anak  lainnya.  Iajugamengatakanbahwadalammasyarakat modern adatigasumber  munculnyatingkahlakuagresif.  Pertama, pengaruhkeluarga. Kedua, pengaruhsubkultural.[5]  Dalamkontekspengaruhsubkulturalinisumberagresiadalahkomunikasiataukontaklangsung yang berulang kali terjadiantarsesamaanggotamasyarakat di lingkungananaktinggal.  Mengingatkondisiremaja, makapeer group berperanjugadalammewarnaiperilakuremaja yang bersangkutan.  Ketiga, modelling (vicarious leaming), merupakansumbertingkahlakuagresisecaratidaklangsung yang didapatmelalui mass media, misalnyatelevisi, majalah, koran, video ataubioskop.Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum sepenuhnya mencerminkan perilaku-perilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut sehingga timbullah gagasan untuk membentuk masyarakat madani termasuk di masyarakat kampus dan lingkungan keluarga, yaitu antara orang tua dan anak.
Berbicara tentang hubungan orang tua dengan anak, maka tergambar suatu lingkungan rumah tangga yang terdiri dari kedua orang tua dan anak serta seluruh anggota keluarga lainnya. Eksistensi lingkungan rumah tangga adalah salah satu lingkungan pendidikan yang cukup berpengaruh untuk membimbing, membina dan mengembangkan potensi anak, terutama potensi imaniyah. Sebagai suatu lingkungan pendidikan yang mempunyai karakteristik tersendiri, lingkungan rumah tangga merupakan tempat membimbing anak agar mempunyai perilaku dan kepribadian yang sesuai dengan tuntunan  nilai-nilai ajaran Islam. Hal tersebut  dapat  terjadi  karena  lingkungan  rumah tangga merupakan tempat  yang  pertama  dan  utama  bagi seorang anak untuk menerima  pendidikan, selain itu kedua orang tua terutama ibu mempunyai waktu yang cukup luang untuk membimbing dan mengarahkan anak.
Dengan  demikian hubungan kedua orang tua sebagai sumber belajar bagi anak adalah sangat dituntut berlangsung harmonis sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung positif dan berdaya guna, sehingga terwujud kepribadian anak yang berakhlakul karimah atau sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Oleh karena itu, komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti antara orang tua dengan anak atau sebaliknya. Awal terjadinya komunikasi karena ada suatu pesan yang ingin disampaikan. Siapa yang berkepentingan untuk menyampaikan suatu pesan berpeluang untuk memulai komunikasi.
Pola komunikasi yang dibangun dalam rumah tangga akan mempengaruhi pola asuh orang tua. Kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta dilandasi cinta dan kasih sayang dengan memposisikan anak sebagai subjek yang harus dibina, dibimbing, dan dididk dan bukan sebagai objek semata.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian literatur dengan judul : Komunikasi Orang Tua dan Anak (Suatu Kajian Efektivitas Pendidikan dalam Keluarga terhadap Anak di MA DDI Al Furqan Parepare)".



RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latarbelakang masalah yang diuraikan pada  pembahasan terdahulu, pada sub ini penulis dapat mengajukan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk komunikasi antara orang tua dengan anak dalam keluarga yang berhubungan dengan pendidikan Islam?
2. Adakah hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan pendidikan anak dalam perspektif Islam?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar