Jumat, 22 Oktober 2010

Alquran: wahyu dan akal


AL-QURAN ; WAHYU DAN KALAM ALLAH





Makalah
Disampaikan dalam forum seminar kelas
Mata Kuliah PDPI I

Oleh :

H.Abu Syakkar Lakka
  NIM :


Dosen Pembimbing :




PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2004

AL-QUR’AN : WAHYU DAN KALAM ALLAH
Oleh : H. Abu Syakkar Lakka

 

I. PENDAHULUAN


A. Latarbelakang Masalah
            Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril dan disampaikan kepada ummat manusia untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan di dunia ini.
            Al-Quran yang dikenal nama al-Kitab[1], di dalamnya terdapat berbagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa dan tidak diragukan kebenerannya.[2] Dan juga di dalam al-Quran terdapat ayat-ayat mengenai keimanan, ketaqwaan, keadilan, kearifan dan sebagainya, selain itu terdapat pula ayat yang menyangkut masalah kekafiran, kefasikan, kedhaliman, kemunafikan dan kedurhakaan dan sebagainya.
            Allah swt, menamai kitab yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada seluruh ummat manusia, dengan beberapa nama. Di antaranya yang popular, ialah al-Kitab dan al-Quran.[3] Oleh karena itu, penulis akan membahas makalah tentang “Al-Quran ; Wahyu dan Kalam Allah”.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis mengajukan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, sebagai berikut :
1. Apa makna al-Qur’an, wahyu dan ilham ?
2. Bagaimana cara diturunkan al-Quran ?
3. Bagaimana kedudukan al-Qur’an sebagai Kalam Allah swt. ?
4. Apa nama lain al-Qur’an ?
5. Bagaimana kandungan pokok al-Qur’an ?

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Qur’an
al-Qur’an menurut epiestimologi berakar kata dari :ق - ر - أ yang mempunyai arti mengumpulkan. Sedangkan : القراءة berarti :

ضم الحروف والكلمات بعضها الى بعض فى الترتيل

Artinya : Menggambarkan huruf-huruf dan kata-kata sebahagian kepada sebahagian lainnya dalam susunan/bacaan.[4]
 Al-Quran pada dasarnya seperti القرآن , merupakan mashdar dari قرأ   قرئة  قرآنا  atau قرآته  yang merupakan mashdar atas timbangan (wazan)  "فُعْلاَن" [5]
Abd. Al-Shabur Syahim meberikan definisi tentang al-Qur’an :
الْقُرْآن كَلاَ مُ اللهِ الْمُنَزِّلُ عَلَى قَلْبِ محمد صلى الله عليه و سلم بوساطة الوحي – روح القدس – منجما فى شكل آيات وسور خلال فترة الرسالة (ثلاث و عشرين سنة) مبدوءا بفاتحة الكتاب محفوما بسورة الناس منقولا باالتواتر المطلق برهانا معجزا على صدق رسالة الإسلام
Artinya : al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw dengan perantaraan wahyu melalui ruh al-Qudus (Jibril) yang tersusun dalam bentuk ayat-ayat dan surah-surah. Seputar patrah risalah (± 23 Tahun) yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Naas yang diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan mukjizat dan dalil-dalil atas kebenaran risalah Islam.[6]
Al-Asy’ary yang dikutip Hasbi as-Shiddieqy, mengemukakan bahwa lafadz al-Quran diambil dari lafadz “qarana” yang berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kemudian lafadz Quran itu dijadikan nama Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya. Dinamai wahyu Tuhan ini dengan al-Quran, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya, beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lainnya.[7]
Untuk memperoleh pengertian yang bernash bagi kalimat “Quran”,  dapat diperhatikan maknanya serta cara al-Quran sendiri mempergunakan kalimat tersebut. Seperti dalam QS. al-Qiyamah(75) : 16, 17, 18, yang berbunyi :

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ  إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ   فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ

Terjemahnya

 

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya.  Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.  Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[8]

            Menurut lahir makna ayat tersebut, lafadz “Quran” diartikan “bacaan”, yakni : Quran ialah kalamullah yang dibaca berulang-ulang oleh manusia. Selain ayat tersebut, masih terdapat ayat-ayat memakai makna al-Quran sebagai bacaan, seperti :

Dalam QS al-Baqarah (2) : 185

Dalam QS al-Hijr (15) : 87

Dalam QS Thaha (20): 2
Dalam QS al-Naml (27) : 6
Dalam QS al-Ahqaf (46) : 29
Dalam QS al-Waqi’ah (56) : 77
Dalam QS al-Hasyr (59) : 21
Dalam QS al-Dahr/al Insan (76) : 23.[9]

 

B. Pengertian Wahyu

Wahyu menurut bahasa adalah isim mashdar yang berarti sesuatu yang diwahyukan dengan maksud mengemukakan sesuatu secara sembunyi dan rahasia dan lebih umum berupa isyarat atau kitabah/tulisan atau risalah.[10]
Al-Syekh Muhammad Abd. Al-Adzim al-Syarqani memberikan definisi wahyu menurut syar’I, bahwa Allah swt. memberitahukan kepada hambanya yang menjadi pilihannay segala sesuatu yang diinginkan dari berbagai macam bentuk hidayah dan ilmu dengan cara rahasia tersembunyi yang bukan kebiasaan manusia.[11]
            Di dalam al-Quran terdapat lafadz wahyu dan lafadz yang diambil (diisytiqaq) daripadanya, kira-kira tujuh puluh kali dan dipakai dengan beberapa arti. Dalam QS. Maryam ayat 11 kata wahyu dipakai dengan arti “isyarat”. Dalam QS al-An’am ayat 121 kata wahyu dipakai dengan arti “perundingan-perundingan yang jahat dan bersifat rahasia” Dalam QS an-Nahl ayat 68 kata wahyu dipakai dengan arti “ilham” yang bersifat tabiat. Dalam QS al-Qashash ayat 7, kata wahyu dipakai dengan arti “ilham” yang diberikan (diilhamkan) kepada selain dari Nabi Muhammad saw. dan selain dari malaikat.[12]

C. Pengertian Ilham
Rajab bin Ibrahim bin Abd. Al-Azis Shaqar memberikan pengertian tentang ilham, yaitu bahwa Allah mengungkapkan suatu makna tertentu ke dalam jiwa (hati) Nabi dengan melalui ucapanNya yang merupakan ilmu darun tidak dapat dihindari dan tidak perlu diragukan. Dengan demikian,  ilham adalah merupakan ilmu pemberian yang dimaksudkan oleh Allah ke dalam jiwa secara tiba-tiba tanpa mukaddimah. Ilham adalah bahagian dari wahyu. [13]
Ilham ialah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa yang diminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah agama. Yang demikian itu terkadang diperoleh dengan jalan kasyaf dan terkadang diperoleh dengan tidak memakai perantaraan malaikat menurut cara yang tertentu yang Tuhan pergunakan beserta tiap-tiap maujud. Adapun wahyu, maka dia diperoleh dengan perantaraan “malak” karena itu tidak dinamai hadits-hadits Qudsi dengan wahyu, walaupun dia Kalam Allah juga.[14]

D. Cara pewahyuan al-Qur’an
Adapun cara-cara pewahyuan al-Qur’an adalah :
1. Malaikat Ibril menampakkan dirinya kepada Rasulullah saw. dalam bentuk aslinya hal ini hanya terjadi dua kali disebabkan karena kekuatan Rasulullah sebagai manusia tidak sanggup untuk selalu melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya dan ini merupakan suatu hikmah dari Allah kepada Rasulullah saw.
Dalam QS. Al-Najm : 13-14, Allah swt, berfirman :
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى   عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى

Terjemahnya :

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,  (yaitu) di Sidratil Muntaha.[15]
Diriwayatkan dari at-Tirmidzi dari Aisyah bahwasanya dia berkata : rasulullah tidak melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya kecuali dua kali : sewaktu di sidratul muntaha dan di jiyad (suatu tempat di kota Makkah) baginya (Jibril) 600 sayap yang menutupi ufuk.[16]
2. Malaikat Jibril datanga menyampaikan wahyu berupa bentuk seorang laki-laki kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengucapkan kata-kata sehingga beliau mengetahui dan hafal benar kata-kata tersebut. Kadang datang kepada Rasulullah menyerupai sahabat yang ganteng namanya : Dihyah al-Kalaby dan para sahabat yang hadir melihatnya dan mendengarkan perhatiannya akan tetapi para sahabat tidak mengetahuinya kalu yang datang adalah malaikat Jibril kecuali dari Rasulullah.[17]

3. Kadang datang dalam bentuk malaikat dan tidak seorangpun yang melihatnya termasuk Rasulullah saw. akan tetapi Nabi saw. mendengarkannya. Hal ini seperti gemerincingan lonceng di telinga bagi yang mendengarnya dan ini merupakan yang paling berat bagi Rasulullah saw. dalam penyampaian wahyu.Untuk itu, Allah swt. telah berfirman dalam QS. 42 : 51, tentang cara pewahyuan al-Quran, yang berbunyi :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Terjemahnya :

Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [18]

E. al-Qur’an sebagai Kalam Allah

            Sebagaimana telah diuraikan bahwa al-Quran merupakan Kalam Allah swt. yang merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad saw. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah suatu ibadah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. tidak dinamakan al-Quran, seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as, Kitab Dzabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as, dan Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as., tidak dianggap sebagai ibadah apabila membacanya. Demikian pula hadits Qudsi, ia adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, tidak pula dinamai al-Quran, sehingga membacanya tidak dianggap sebagai ibadah.[19]  Jadi al-Quran sebagai Kalamullah adalah suatu kitab suci yang apabila membacanya merupakan suatu ibadah

F. Nama al-Qur’an
1. al-Qur’an yang berarti bacaan.
Dalam Q.S. Al-Qiyamah : 17-18, Allah swt. berfirman sebagai berikut :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ  فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ
Terjemahnya :

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[20]
2. al-Kitab yang berarti mengumpulkan, dinamakan al-Kitab karena mengandung berbagai macam jenis dari kisah-kisah, hukum-hukum dan berita secara khusus. [21]
3. al-Furqan yang berarti “pembeda”, dianamakan al-Furqan sebab membedakan antara yang baik dan bathil, muslim dan kafir dan mu’min dan munafik.
4. al-Dzikr yang berarti “peringatan” dinamakan al-Dzikr karena di dalam al-Qur’an megandung tentang peringatan, nasehat dan berita-berita umat terdahulu.[22]
Di samping nama-nama tersebut yang mashur, al-Qadhi Abu al-Maak Uzaizi bin Abd. Al-Malik menyatakan bahwa Allah menamakan al-Qur’an dengan 55 nama. Antara lain adalah :
1. Kalam (Q.S. al-Taubah : 6)                         6. Mauidzah (Q.S. Yunus : 57)
2. Nur (Q.S. al-Nisaa : 174)                            7. Karim (Q.S. al-Waqiah : 77)
3. Rahmatan (Q.S. Yunus : 57)                       8. Hakim (Q.S. Yunus : 1-2)
4. Hudan (Q.S. Lukman : 3)                           9. Mubarak (Q.S. Shad : 29)
5. Syifaa (Q.S. al-Isra’ : 82)                            10. Dll.[23]

G. Pokok-Pokok Kandungan Al-Quran
            Al-Quran diturunkan untuk menjadi pegangan bagi ummat manusia yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak diturunkan hanya untuk suatu ummat atau untuk satu abad, tetapi untuk seluruh ummat manusia dan untuk sepanjang masa, karena itu luas ajarannya adalah sama dengan luasnya ummat manusia.
            Al-Quran mengajarkan supaya manusia tetap suci, tetapi tidak dengan jalan dikebiri. Manusia harus berbakti kepada Tuhan, tetapi jangan menjadi rahib. Manusia harus berendah hati, tetapi jangan melupakan harga diri. Manusia dapat menggunakan hak-haknya, tetapi dengan tidak mengganggu hak orang lain. manusia diwajibkan menda’wahkan agama, tetapi dengan cara bijaksana.[24]
            Dalam QS Al-Baqarah (2) : 2, 3, 4 ditegaskan :
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ  الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ  وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Tewrjemahnya :

Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,  dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.[25]         
            Ayat tersebut di atas mengandung 5 perinsip, yaitu percaya kepada yang gaib, yaitu kepada Allah swt. dan kepada Malaikat-Nya. Percaya kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah. Percaya kepada adanya hari akhirat. Mendirikan sholat. Dan Menafkahkan sebagian dari rezki yang dianugerahkan kepadanya oleh Allah swt.           

 

III. PENUTUP/KESIMPULAN

Setelah membahas tentang Al-Quran : Wahyu dan kalam Allah, penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Al-Quran kalamullah yang dibaca berulang-ulang oleh manusia.

2. Wahyu adalah pemberitahuan oleh Allah swt, kepada hambanya tentang segala sesuatu yang diinginkan dari berbagai macam bentuk hidayah dan ilmu dengan cara rahasia tersembunyi yang bukan kebiasaan manusia.
3. Ilham ialah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa yang diminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah agama.
 4. Cara al-Quran diturunkan adalah Malaikat Jibril as (a) menampakkan dirinya, (b) berupa bentuk seorang laki-laki, (c) mengucapkan kata-kata sehingga beliau mengetahui dan hafal benar kata-kata tersebut, (d) menyerupai sahabat yang ganteng bernama Dihyah al-Kalaby. (e) kadang-kadang tidak seorangpun yang melihatnya termasuk Rasulullah saw. akan tetapi Nabi saw. mendengarkannya.
5. al-Qur’an sebagai Kalam Allah adalah sebagai suatu kitab suci yang apabila membacanya merupakan suatu ibadah
6. Nama-nama al-Qur’an adalah bacaan, al-Kitab, al-Furqan, al-Dzikr,
7. Pokok-Pokok Kandungan Al-Quran adalah mengajarkan supaya manusia tetap suci, tetapi tidak dengan jalan dikebiri. Manusia harus berbakti kepada Tuhan, tetapi jangan menjadi rahib. Manusia harus berendah hati, tetapi jangan melupakan harga diri. Manusia dapat menggunakan hak-haknya, tetapi dengan tidak mengganggu hak orang lain. manusia diwajibkan menda’wahkan agama, tetapi dengan cara bijaksana.




DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar