AL-QURAN ; WAHYU DAN KALAM ALLAH
Makalah
Disampaikan dalam forum
seminar kelas
Mata
Kuliah PDPI I
Oleh
:
H.Abu Syakkar Lakka
NIM :
Dosen
Pembimbing :
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2004
AL-QUR’AN : WAHYU DAN KALAM ALLAH
Oleh : H. Abu Syakkar Lakka
I. PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Al-Quran adalah kalamullah (firman
Allah) yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. melalui perantaraan Malaikat
Jibril dan disampaikan kepada ummat manusia untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan di dunia ini.
Al-Quran yang dikenal nama al-Kitab[1], di dalamnya
terdapat berbagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa dan tidak diragukan
kebenerannya.[2] Dan juga di
dalam al-Quran terdapat ayat-ayat mengenai keimanan, ketaqwaan, keadilan,
kearifan dan sebagainya, selain itu terdapat pula ayat yang menyangkut masalah
kekafiran, kefasikan, kedhaliman, kemunafikan dan kedurhakaan dan sebagainya.
Allah swt, menamai kitab yang
diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada seluruh ummat
manusia, dengan beberapa nama. Di antaranya yang popular, ialah al-Kitab dan
al-Quran.[3] Oleh karena itu,
penulis akan membahas makalah tentang “Al-Quran ; Wahyu dan Kalam Allah”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan keterangan diatas, maka
penulis mengajukan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,
sebagai berikut :
1. Apa makna
al-Qur’an, wahyu dan ilham ?
2. Bagaimana cara diturunkan al-Quran ?
3. Bagaimana kedudukan al-Qur’an sebagai Kalam Allah
swt. ?
4. Apa nama lain al-Qur’an ?
5. Bagaimana kandungan pokok al-Qur’an ?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian al-Qur’an
al-Qur’an menurut epiestimologi berakar kata dari :ق - ر - أ
yang mempunyai arti mengumpulkan. Sedangkan : القراءة berarti :
ضم
الحروف والكلمات بعضها الى بعض فى الترتيل
Artinya : Menggambarkan huruf-huruf dan kata-kata
sebahagian kepada sebahagian lainnya dalam susunan/bacaan.[4]
Al-Quran pada
dasarnya seperti القرآن , merupakan mashdar dari قرأ قرئة
قرآنا atau قرآته yang
merupakan mashdar atas timbangan (wazan)
"فُعْلاَن"
[5]
Abd. Al-Shabur Syahim meberikan definisi tentang
al-Qur’an :
الْقُرْآن كَلاَ مُ اللهِ الْمُنَزِّلُ عَلَى
قَلْبِ محمد صلى الله عليه و سلم بوساطة الوحي – روح القدس – منجما فى شكل آيات
وسور خلال فترة الرسالة (ثلاث و عشرين سنة) مبدوءا بفاتحة الكتاب محفوما بسورة
الناس منقولا باالتواتر المطلق برهانا معجزا على صدق رسالة الإسلام
Artinya : al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Muhammad saw dengan perantaraan wahyu melalui ruh al-Qudus
(Jibril) yang tersusun dalam bentuk ayat-ayat dan surah-surah. Seputar patrah
risalah (± 23 Tahun) yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat al-Naas yang diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan mukjizat dan
dalil-dalil atas kebenaran risalah Islam.[6]
Al-Asy’ary yang dikutip Hasbi as-Shiddieqy,
mengemukakan bahwa lafadz al-Quran diambil dari lafadz “qarana”
yang berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kemudian lafadz Quran
itu dijadikan nama Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya. Dinamai wahyu
Tuhan ini dengan al-Quran, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan
huruf-hurufnya, beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lainnya.[7]
Untuk memperoleh pengertian yang bernash bagi
kalimat “Quran”, dapat diperhatikan
maknanya serta cara al-Quran sendiri mempergunakan kalimat tersebut. Seperti
dalam QS. al-Qiyamah(75) : 16, 17, 18, yang berbunyi :
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ
لِتَعْجَلَ بِهِ إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ
وَقُرْءَانَهُ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ
فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ
Terjemahnya
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.[8]
Menurut
lahir makna ayat tersebut, lafadz “Quran” diartikan “bacaan”, yakni : Quran
ialah kalamullah yang dibaca berulang-ulang oleh manusia. Selain ayat tersebut,
masih terdapat ayat-ayat memakai makna al-Quran sebagai bacaan, seperti :
Dalam QS al-Baqarah (2) : 185
Dalam QS al-Hijr (15) : 87
Dalam QS Thaha (20): 2
Dalam QS al-Naml (27) : 6
Dalam QS al-Ahqaf (46) : 29
Dalam QS al-Waqi’ah (56) :
77
Dalam QS al-Hasyr (59) : 21
Dalam QS al-Dahr/al Insan
(76) : 23.[9]
B. Pengertian Wahyu
Wahyu menurut bahasa adalah isim mashdar yang
berarti sesuatu yang diwahyukan dengan maksud mengemukakan sesuatu secara
sembunyi dan rahasia dan lebih umum berupa isyarat atau kitabah/tulisan atau
risalah.[10]
Al-Syekh Muhammad Abd. Al-Adzim
al-Syarqani memberikan definisi wahyu menurut syar’I, bahwa Allah swt.
memberitahukan kepada hambanya yang menjadi pilihannay segala sesuatu yang
diinginkan dari berbagai macam bentuk hidayah dan ilmu dengan cara rahasia
tersembunyi yang bukan kebiasaan manusia.[11]
Di dalam al-Quran terdapat lafadz
wahyu dan lafadz yang diambil (diisytiqaq) daripadanya, kira-kira tujuh puluh
kali dan dipakai dengan beberapa arti. Dalam QS. Maryam ayat 11 kata wahyu
dipakai dengan arti “isyarat”. Dalam QS al-An’am ayat 121 kata wahyu dipakai
dengan arti “perundingan-perundingan yang jahat dan bersifat rahasia” Dalam QS
an-Nahl ayat 68 kata wahyu dipakai dengan arti “ilham” yang bersifat tabiat.
Dalam QS al-Qashash ayat 7, kata wahyu dipakai dengan arti “ilham” yang
diberikan (diilhamkan) kepada selain dari Nabi Muhammad saw. dan selain dari
malaikat.[12]
C.
Pengertian Ilham
Rajab bin Ibrahim bin Abd. Al-Azis Shaqar memberikan
pengertian tentang ilham, yaitu bahwa Allah mengungkapkan suatu makna tertentu ke dalam jiwa (hati) Nabi
dengan melalui ucapanNya yang merupakan ilmu darun tidak dapat dihindari dan
tidak perlu diragukan. Dengan demikian,
ilham adalah merupakan ilmu pemberian yang dimaksudkan oleh Allah ke dalam
jiwa secara tiba-tiba tanpa mukaddimah. Ilham adalah bahagian dari wahyu. [13]
Ilham
ialah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa yang diminta supaya dikerjakan
oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan
menyelidiki hujjah-hujjah agama. Yang demikian itu terkadang diperoleh dengan
jalan kasyaf dan terkadang diperoleh dengan tidak memakai perantaraan malaikat
menurut cara yang tertentu yang Tuhan pergunakan beserta tiap-tiap maujud.
Adapun wahyu, maka dia diperoleh dengan perantaraan “malak” karena itu tidak
dinamai hadits-hadits Qudsi dengan wahyu, walaupun dia Kalam Allah juga.[14]
D.
Cara pewahyuan al-Qur’an
Adapun cara-cara pewahyuan al-Qur’an adalah :
1. Malaikat Ibril menampakkan
dirinya kepada Rasulullah saw. dalam bentuk aslinya hal ini hanya terjadi dua
kali disebabkan karena kekuatan Rasulullah sebagai manusia tidak sanggup untuk
selalu melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya dan ini merupakan suatu
hikmah dari Allah kepada Rasulullah saw.
Dalam
QS. Al-Najm : 13-14, Allah swt, berfirman :
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
Terjemahnya :
Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha.[15]
Diriwayatkan
dari at-Tirmidzi dari Aisyah bahwasanya dia berkata : rasulullah tidak melihat
malaikat Jibril dalam bentuk aslinya kecuali dua kali : sewaktu di sidratul
muntaha dan di jiyad (suatu tempat di kota Makkah) baginya (Jibril) 600 sayap
yang menutupi ufuk.[16]
2. Malaikat Jibril
datanga menyampaikan wahyu berupa bentuk seorang laki-laki kepada Nabi Muhammad
saw. dengan mengucapkan kata-kata sehingga beliau mengetahui dan hafal benar
kata-kata tersebut. Kadang datang kepada Rasulullah menyerupai sahabat yang
ganteng namanya : Dihyah al-Kalaby dan para sahabat yang hadir melihatnya dan
mendengarkan perhatiannya akan tetapi para sahabat tidak mengetahuinya kalu
yang datang adalah malaikat Jibril kecuali dari Rasulullah.[17]
3. Kadang datang
dalam bentuk malaikat dan tidak seorangpun yang melihatnya termasuk Rasulullah
saw. akan tetapi Nabi saw. mendengarkannya. Hal ini seperti gemerincingan
lonceng di telinga bagi yang mendengarnya dan ini merupakan yang paling berat
bagi Rasulullah saw. dalam penyampaian wahyu.Untuk itu, Allah swt. telah
berfirman dalam QS. 42 : 51, tentang cara pewahyuan al-Quran, yang berbunyi :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ
اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ
بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Terjemahnya :
Dan
tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali
dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang
utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [18]
E. al-Qur’an sebagai Kalam Allah
Sebagaimana telah diuraikan bahwa
al-Quran merupakan Kalam Allah swt. yang merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad
saw. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir serta
membacanya adalah suatu ibadah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. tidak
dinamakan al-Quran, seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as,
Kitab Dzabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as, dan Kitab Injil yang
diturunkan kepada Nabi Isa as., tidak dianggap sebagai ibadah apabila
membacanya. Demikian pula hadits Qudsi, ia adalah Kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad saw, tidak pula dinamai al-Quran, sehingga membacanya
tidak dianggap sebagai ibadah.[19] Jadi al-Quran sebagai Kalamullah adalah suatu
kitab suci yang apabila membacanya merupakan suatu ibadah
F.
Nama al-Qur’an
1. al-Qur’an yang berarti
bacaan.
Dalam
Q.S. Al-Qiyamah : 17-18, Allah swt. berfirman sebagai berikut :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ
Terjemahnya
:
Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[20]
2. al-Kitab yang berarti mengumpulkan, dinamakan
al-Kitab karena mengandung berbagai macam jenis dari kisah-kisah, hukum-hukum
dan berita secara khusus. [21]
3. al-Furqan yang berarti “pembeda”, dianamakan
al-Furqan sebab membedakan antara yang baik dan bathil, muslim dan kafir dan
mu’min dan munafik.
4. al-Dzikr yang berarti “peringatan” dinamakan
al-Dzikr karena di dalam al-Qur’an megandung tentang peringatan, nasehat dan
berita-berita umat terdahulu.[22]
Di samping nama-nama tersebut yang mashur, al-Qadhi
Abu al-Maak Uzaizi bin Abd. Al-Malik menyatakan bahwa Allah menamakan al-Qur’an
dengan 55 nama. Antara lain adalah :
1.
Kalam (Q.S. al-Taubah : 6) 6.
Mauidzah (Q.S. Yunus : 57)
2.
Nur (Q.S. al-Nisaa : 174) 7.
Karim (Q.S. al-Waqiah : 77)
3.
Rahmatan (Q.S. Yunus : 57) 8.
Hakim (Q.S. Yunus : 1-2)
4.
Hudan (Q.S. Lukman : 3) 9.
Mubarak (Q.S. Shad : 29)
G.
Pokok-Pokok Kandungan Al-Quran
Al-Quran diturunkan untuk menjadi
pegangan bagi ummat manusia yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tidak diturunkan hanya untuk suatu ummat atau untuk satu abad, tetapi untuk
seluruh ummat manusia dan untuk sepanjang masa, karena itu luas ajarannya
adalah sama dengan luasnya ummat manusia.
Al-Quran mengajarkan supaya manusia
tetap suci, tetapi tidak dengan jalan dikebiri. Manusia harus berbakti kepada
Tuhan, tetapi jangan menjadi rahib. Manusia harus berendah hati, tetapi jangan
melupakan harga diri. Manusia dapat menggunakan hak-haknya, tetapi dengan tidak
mengganggu hak orang lain. manusia diwajibkan menda’wahkan agama, tetapi dengan
cara bijaksana.[24]
Dalam QS Al-Baqarah (2) : 2, 3, 4
ditegaskan :
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى
لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Tewrjemahnya :
Kitab (Al Qur'an)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang
ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka, dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.[25]
Ayat tersebut di atas mengandung 5 perinsip, yaitu
percaya kepada yang gaib, yaitu kepada Allah swt. dan kepada Malaikat-Nya.
Percaya kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah. Percaya kepada adanya hari
akhirat. Mendirikan sholat. Dan Menafkahkan sebagian dari rezki yang
dianugerahkan kepadanya oleh Allah swt.
III. PENUTUP/KESIMPULAN
Setelah membahas tentang Al-Quran : Wahyu dan kalam
Allah, penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1.
Al-Quran kalamullah yang dibaca berulang-ulang oleh manusia.
2. Wahyu adalah pemberitahuan oleh Allah swt, kepada hambanya
tentang segala sesuatu yang diinginkan dari berbagai macam bentuk hidayah dan
ilmu dengan cara rahasia tersembunyi yang bukan kebiasaan manusia.
3. Ilham ialah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam
jiwa yang diminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih
dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah agama.
4. Cara al-Quran diturunkan adalah Malaikat
Jibril as (a) menampakkan dirinya, (b) berupa bentuk seorang laki-laki, (c)
mengucapkan kata-kata sehingga beliau mengetahui dan hafal benar kata-kata
tersebut, (d) menyerupai sahabat yang ganteng bernama Dihyah al-Kalaby. (e)
kadang-kadang tidak seorangpun yang melihatnya termasuk Rasulullah saw. akan
tetapi Nabi saw. mendengarkannya.
5. al-Qur’an sebagai Kalam Allah adalah sebagai suatu
kitab suci yang apabila membacanya merupakan suatu ibadah
6. Nama-nama al-Qur’an adalah bacaan, al-Kitab,
al-Furqan, al-Dzikr,
7. Pokok-Pokok Kandungan Al-Quran adalah mengajarkan
supaya manusia tetap suci, tetapi tidak dengan jalan dikebiri. Manusia harus
berbakti kepada Tuhan, tetapi jangan menjadi rahib. Manusia harus berendah
hati, tetapi jangan melupakan harga diri. Manusia dapat menggunakan hak-haknya,
tetapi dengan tidak mengganggu hak orang lain. manusia diwajibkan menda’wahkan
agama, tetapi dengan cara bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar