Selasa, 12 Oktober 2010

Muthlaq dan Muqayyad



MUTLAQ DAN MUQAYYADH


 

Makalah

Disampaikandalam forum seminar kelas
Mata KuliahPDPI


Oleh:
Muh. Syahrir
NIM: 0075.03.21.2008


DosenPembimbing:
Dr. H. M. Arief Halim, MA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2010
MUTLAQ DAN MUQAYYAD
Oleh: Muh. Syahrir

I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah
                       
Menggali dan memahami hukum syara’ yang bersumber dari Alquran[1] dan Sunnah, pengetahuan tentang bahasa Arab sangat penting, karena kedua sumber tersebut berbahasa Arab. Oleh karena itu, seseorang yang akan memahami nash dan menggali hukum yang terkandung di dalamnya harus mengetahui bahasa Arab dengan baik. Lebih jauh lagi ia harus menguassai gaya bahasa yang yang menggunakan ta’bir hakiki pada kondisi tertentu dan ta’bir majaz pada kondisi yang lain, menggunakan ta’bir lafaz am pada kondisi tertentu dan lafaz khas pada kondisi lainnya, demikian juga dengan lafaz muthlaq dan muqayyad. Kesemuanya ini, hanya dapat dimengerti dengan menyimak makna lafazh yang dikandunganya.
Sejumlahpengamat Barat memandang al-Qur’an sebagaisuatukitab yang sulitdipahamidandiapresiasi.Bahasa, gaya, danaransemenkitabinipadaumumnyamenimbulkanmasalahkhususbagimereka. Sekalipunbahasa Arab yang digunakandapatdipahami, terdapatbagian-bagian di dalamnya yang sulitdipahami.[2]Kaum Muslim sendiriuntukmemahaminya, membutuhkanbanyakkitabTafsirdanUlum al-Qur’an.Sekalipundemikian, masihdiakuibahwaberbagaikitabitumasihmenyisakanpersoalanterkaitdenganbelumsemuanyamampumengungkaprahasia al-Qur’an dengansempurna.
Dengan demikian, dalam memahami ketentuan hukum yang terkandung dalam nash, baik dari Alquran maupun Sunnah, para ahli Ushul telah menetapkan beberapa kaidah yang mereka namakan qawaidul lughawiyah. Yang mana di antaranya adalah lafaz mutlaq dan muqayyad.
Bertolak dari fenomena tersebut, penulis membahas makalah yang berjudul “Muthlaq dan Muqayyadh”

B. RumusanMasalah
Berdasarkanuraianlatarbelakangtersebut di atas, makapenulismengemukakanrumusanmasalahsebagaiberikut:
1. Bagaimana hakikat lafaz mutlaq dan muqayyad ?
2. Bagaimana sekiranya lafaz mutlaq dan muqayyad hukum dan obyeknya sama ?




II. PEMBAHASAN


A.  Muthlaq dan Muqayyad
Pembahasan lafaz dari segi kandungannya seperti sama, yaitu lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan satuan yang termasuk di dalamnya, dan memiliki ciri-ciri tertentu. Sedangkan khas lafaz yaitu yang menunjukkan arti tunggal, baik menunjuk jenis, macam, nama, atau isim jumlah yang pasti, dan menutup kemungkinan yang lainnya. Pengamalan tuntutan lafaz “am” wajib, kecuali ada dalil menunjuk selainnya. Dan apabila ada lafaz “am” karena sebab khusus, maka wajib mengamalkan keumumannya. Apabila “am” dan “khas” datang bersamaan, maka yang “am” di takhshish oleh yang khas. Tetapi jika “am” datang kemudian, menurut Hanafiyah, “khas” dinasakh oleh yang “am” Selain itu, menjadi kajian yang tak kalah pentingnya adalah muthlaq dan muqayyad.
1. Muthlaq
Muthlaq menurut istilah syara’ ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz itu apa adanya tanpa memandang jumlah maupun sifatnya.[3] Misalnya Firman Allah Swt, dalam QS 58 (Al Mujadalah) : 3 :
ãƒÌóstGsù7pt7s%u`ÏiBÈ@ö6s%br&$¢!$yJtFtƒ4
Lafz Raqabah dalam ayat tersebut adalah lafadz khas muthlaq  karena tidak diberi qayyid dengan sifat tertentu, sehingga dengan demikian dapat mecakup seluruh macam budak, baik budak yang mu’min maupun budak yang kafir.
Dari keterangan tersebut, dapat atau muncul pertanyaan, apakah perbedaan antara muthlaq dan am ?. Ayat yang disebut di atas menuntut dimerdekakannya budak, tanpa mengartikan sifat budak, apakah beriman atau tidak ?. Hal tersebut menunjukkan arti muthlaq. Sedangkan am ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut, dengan memperhatikan jumlah (satuan)nya. Misalnya firman Allah dalam QS 47 (Muhammad) : 4 :
z>÷Ž|ØsùÉ>$s%Ìh9$#
Lafaz am al Riqab berarti meliputi semua orang-orang kafir yang ikut berperang.[4]

2. Muqayyad
Muqayyad ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut dengan dibatasi oleh sifat, keadaan, dan syarat tertentu. Atau dengan kata lain, lafaz yang menunjukkan pada hakikatnya lafaz itu sendiri, dengan dibatasi oleh batasan tanpa memandang pada umlahnya.[5] Misalnya Firman Allah dalam QS 4 (an Nisa) : 92 ;
ãƒÌóstGsù7pt7s%u7poYÏB÷sB
Contoh di atas adalah lafaz muqayyad yang dibatasi dengan sifat. Adapun contoh lafaz muqayyad ysng dibatasi degan syarat, ialah ayat yang berkaitan degan kafarat sumpah, sebagaimana firman Allah dalam QS 5 (Al Maidah) : 89 :
(`yJsùóO©9ôÅgsãP$uÅÁsùÏpsW»n=rO5Q$­ƒr&4
Kafarat puasa tiga hari tersebut disyaratkan bila orang yang melanggar sumpah tidak mampu memerdekakan hamba sahaya atau memberi makanan atau pakaian. Sedang contoh lafaz muqayyad yang dibatasi dengan batasan lain, seperti Firman Allah dalam QS 2 (Al Baqarah) ; 187 ;
(¢OèO(#qJÏ?r&tP$uÅ_Á9$#n<Î)È@øŠ©9$#4
Ibadah puasa tersebut dibatasi sampai pada waktu malam. Oleh karena itu, puasa sepanjang malam tidak diperbolehkan.

B. Antara Muthlaq dan Muqayyad

Telah disepakati bahwa jika ada lafaz mutlaq yang hukumya dan obyeknya sama dengan lafaz muqayyad, maka pengertian lafaz yang mutlaq tersebut disesuaikan dengan lafaz yang muqayyad. Misalnya Firman Allah dalam QS  5 (Al Maidah) : 3 ;
ôMtBÌhãmãNä3øn=tæèptGøŠyJø9$#ãP¤$!$#urãNøtm:ur̓ÌYσø:$#!$tBur¨@Ïdé&ÎŽötóÏ9«!$#¾ÏmÎ/
Darah yang disebutkan di atas adalah bersifat muthlaq. Oleh karena itu, pengertian darah yang bersifat mutlaq tersebut disesuaikan dengan pengertian darah yang muqayyad dalam QS 6 (Al An’am) : 145 ;
@è%HwßÉ`r&Îû!$tBzÓÇrré&¥n<Î)$·B§ptèC4n?tã5OÏã$sÛÿ¼çmßJyèôÜtƒHwÎ)br&šcqä3tƒºptGøŠtB÷rr&$YByŠ%·nqàÿó¡¨B÷rr&zNóss99ƒÍ\Åz¼çm¯RÎ*sùê[ô_Í÷rr&$¸)ó¡Ïù¨@Ïdé&ÎŽötóÏ9«!$#¾ÏmÎ/4
Karena objek kedua lafaz tersebut adalah sama, yakni darah, dan hukum keduanya juga sama yaitu diharamkan, maka pengertian lafaz yang mutlaq tersebut disesuaikan dengan lafaz yang muqayyad.[6]
Mazhab Hanafiah berpendapat bahwa jika lafaz mutlaq berbeda dengan muqayyad dalam segi hukum dan sebabnya, maka pengertian lafaz yang mutlaq tidak dapat disesuaikan dengan muqayyad. Contoh perbedaan lafaz muthlaq dan muqayyad dari segi sebab tapi hukum keduanya sama, adalah Firman Allah dalam QS 4 (An Nisa) : 92 ;
… -4`tBurŸ@tFs%$·YÏB÷sãB$\«sÜyzãƒÌóstGsù7pt7s%u7poYÏB÷sB
dan dalam QS 58 (Mujadalah) : 3 ;
tûïÏ%©!$#ur -tbrãÎg»sàãƒ`ÏBöNÍkɲ!$|¡ÎpS§NèOtbrߊqãètƒ$yJÏ9(#qä9$s%ãƒÌóstGsù7pt7s%u`ÏiBÈ@ö6s%br&$¢!$yJtFtƒ4ö/ä3Ï9ºsŒšcqÝàtãqè?¾ÏmÎ/4ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?׎Î7yz
Dalam ayat kedua tersebut diterangkan mengenai budak secara muthlaq, sedang pada ayat pertama disebutkan secara muqayyad, yakni budak yang beriman. Pengertian lafaz yang muthlaq dalam ayat kedua tersebut, tidak dapat disesuaikan dengan lafaz muqayyad dalam ayat pertama, karena faktor yang menyebabkan wajibnya kafarat adalah zhihar, sedang dalam ayat pertama adalah pembunuhan. Meskipun akibat hukum keduanya adalah sama, yaitu memerdekakan budak.[7]
Dengan demikian, kafarat zhihar adalah memerdekakan budak secara muthlaq, sedang kafarat pembunuhan adalah memerdekakan denganqayad yang beriman.















III. PENUTUP/KESIMPULAN
Muthlaq ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz itu apa adanya tanpa memandang jumlah maupun sifatnya. Sedangkan muqayyad ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut dengan dibatasi sifat, keadaan, dan syarat tertentu.
Jika hukum dan objek lafaz muthlaq sama dengan lafaz muqayyad, maka disesuaikan dengan yang muqayyad. Tetapi jika keduanya berbeda dari segi hukum dan sebabnya, maka pengertian lafaz yang mutlaq tidak disesuaikan dengan lafaz yang muqayyad.

.
















DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar