MUTLAQ DAN MUQAYYADH
Makalah
Disampaikandalam forum seminar kelas
Mata KuliahPDPI
Oleh:
Muh.
Syahrir
NIM: 0075.03.21.2008
DosenPembimbing:
Dr. H. M. Arief Halim, MA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
UMI-MAKASSAR
2010
MUTLAQ DAN MUQAYYAD
Oleh: Muh. Syahrir
I. PENDAHULUAN
A.
LatarBelakangMasalah
Menggali dan
memahami hukum syara’ yang bersumber dari Alquran[1] dan Sunnah, pengetahuan
tentang bahasa Arab sangat penting, karena kedua sumber tersebut berbahasa
Arab. Oleh karena itu, seseorang yang akan memahami nash dan menggali hukum
yang terkandung di dalamnya harus mengetahui bahasa Arab dengan baik. Lebih
jauh lagi ia harus menguassai gaya bahasa yang yang menggunakan ta’bir hakiki
pada kondisi tertentu dan ta’bir majaz pada kondisi yang lain, menggunakan
ta’bir lafaz am pada kondisi tertentu dan lafaz khas pada kondisi lainnya,
demikian juga dengan lafaz muthlaq dan muqayyad. Kesemuanya ini, hanya dapat
dimengerti dengan menyimak makna lafazh yang dikandunganya.
Sejumlahpengamat
Barat memandang al-Qur’an sebagaisuatukitab yang
sulitdipahamidandiapresiasi.Bahasa, gaya,
danaransemenkitabinipadaumumnyamenimbulkanmasalahkhususbagimereka. Sekalipunbahasa Arab yang digunakandapatdipahami,
terdapatbagian-bagian di dalamnya yang sulitdipahami.[2]Kaum Muslim sendiriuntukmemahaminya,
membutuhkanbanyakkitabTafsirdanUlum al-Qur’an.Sekalipundemikian,
masihdiakuibahwaberbagaikitabitumasihmenyisakanpersoalanterkaitdenganbelumsemuanyamampumengungkaprahasia
al-Qur’an dengansempurna.
Dengan
demikian, dalam memahami ketentuan hukum
yang terkandung dalam nash, baik dari Alquran maupun Sunnah, para ahli Ushul
telah menetapkan beberapa kaidah yang mereka namakan qawaidul lughawiyah. Yang
mana di antaranya adalah lafaz mutlaq dan muqayyad.
Bertolak dari fenomena tersebut,
penulis membahas makalah yang berjudul “Muthlaq dan Muqayyadh”
B. RumusanMasalah
Berdasarkanuraianlatarbelakangtersebut
di atas, makapenulismengemukakanrumusanmasalahsebagaiberikut:
1. Bagaimana hakikat lafaz mutlaq dan muqayyad ?
2. Bagaimana sekiranya lafaz mutlaq dan muqayyad hukum dan
obyeknya sama ?
II. PEMBAHASAN
A. Muthlaq dan Muqayyad
Pembahasan lafaz dari segi kandungannya seperti sama,
yaitu lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan satuan yang termasuk
di dalamnya, dan memiliki ciri-ciri tertentu. Sedangkan khas lafaz yaitu yang
menunjukkan arti tunggal, baik menunjuk jenis, macam, nama, atau isim jumlah
yang pasti, dan menutup kemungkinan yang lainnya. Pengamalan tuntutan lafaz
“am” wajib, kecuali ada dalil menunjuk selainnya. Dan apabila ada lafaz “am”
karena sebab khusus, maka wajib mengamalkan keumumannya. Apabila “am” dan
“khas” datang bersamaan, maka yang “am” di takhshish oleh yang khas. Tetapi
jika “am” datang kemudian, menurut Hanafiyah, “khas” dinasakh oleh yang “am” Selain
itu, menjadi kajian yang tak kalah pentingnya adalah muthlaq dan muqayyad.
1. Muthlaq
Muthlaq menurut istilah syara’ ialah lafaz yang
menunjukkan pada hakikat lafaz itu apa adanya tanpa memandang jumlah maupun
sifatnya.[3]
Misalnya Firman Allah Swt, dalam QS 58 (Al Mujadalah) : 3 :
…ã�ƒÌ�óstGsù7pt7s%u‘`ÏiBÈ@ö6s%br&$¢™!$yJtFtƒ4…
Lafz Raqabah dalam ayat tersebut adalah lafadz
khas muthlaq karena tidak diberi qayyid
dengan sifat tertentu, sehingga dengan demikian dapat mecakup seluruh macam
budak, baik budak yang mu’min maupun budak yang kafir.
Dari keterangan tersebut, dapat atau muncul pertanyaan,
apakah perbedaan antara muthlaq dan am ?. Ayat yang disebut di atas menuntut
dimerdekakannya budak, tanpa mengartikan sifat budak, apakah beriman atau tidak
?. Hal tersebut menunjukkan arti muthlaq. Sedangkan am ialah lafaz yang
menunjukkan pada hakikat lafaz tersebut, dengan memperhatikan jumlah (satuan)nya.
Misalnya firman Allah dalam QS 47 (Muhammad) : 4 :
…z>÷Ž|ØsùÉ>$s%Ìh�9$#…
2. Muqayyad
Muqayyad ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz
tersebut dengan dibatasi oleh sifat, keadaan, dan syarat tertentu. Atau dengan
kata lain, lafaz yang menunjukkan pada hakikatnya lafaz itu sendiri, dengan
dibatasi oleh batasan tanpa memandang pada umlahnya.[5]
Misalnya Firman Allah dalam QS 4 (an Nisa) : 92 ;
…ã�ƒÌ�óstGsù7pt7s%u‘7poYÏB÷s•B…
Contoh di atas adalah lafaz muqayyad yang dibatasi dengan
sifat. Adapun contoh lafaz muqayyad ysng dibatasi degan syarat, ialah ayat yang
berkaitan degan kafarat sumpah, sebagaimana firman Allah dalam QS 5 (Al Maidah)
: 89 :
…(`yJsùóO©9ô‰Ågs†ãP$u‹ÅÁsùÏpsW»n=rO5Q$ƒr&4…
Kafarat puasa tiga hari tersebut disyaratkan bila orang
yang melanggar sumpah tidak mampu memerdekakan hamba sahaya atau memberi
makanan atau pakaian. Sedang contoh lafaz muqayyad yang dibatasi dengan batasan
lain, seperti Firman Allah dalam QS 2 (Al Baqarah) ; 187 ;
…(¢OèO(#q‘JÏ?r&tP$u‹Å_Á9$#’n<Î)È@øŠ©9$#4…
Ibadah puasa tersebut dibatasi sampai pada waktu malam.
Oleh karena itu, puasa sepanjang malam tidak diperbolehkan.
B. Antara
Muthlaq dan Muqayyad
Telah disepakati bahwa jika ada lafaz mutlaq yang hukumya
dan obyeknya sama dengan lafaz muqayyad, maka pengertian lafaz yang mutlaq
tersebut disesuaikan dengan lafaz yang muqayyad. Misalnya Firman Allah dalam
QS 5 (Al Maidah) : 3 ;
ôMtBÌh�ãmãNä3ø‹n=tæèptGøŠyJø9$#ãP¤$!$#urãNøtm:urÍ�ƒÌ“Yσø:$#!$tBur¨@Ïdé&ÎŽö�tóÏ9«!$#¾ÏmÎ/…
Darah yang disebutkan di atas adalah bersifat muthlaq.
Oleh karena itu, pengertian darah yang bersifat mutlaq tersebut disesuaikan
dengan pengertian darah yang muqayyad dalam QS 6 (Al An’am) : 145 ;
@è%Hw߉É`r&’Îû!$tBzÓÇrré&¥’n<Î)$·B§�ptèC4’n?tã5OÏã$sÛÿ¼çmßJyèôÜtƒHwÎ)br&šcqä3tƒºptGøŠtB÷rr&$YByŠ%·nqàÿó¡¨B÷rr&zNóss99�ƒÍ”\Åz¼çm¯RÎ*sùê[ô_Í‘÷rr&$¸)ó¡Ïù¨@Ïdé&ÎŽö�tóÏ9«!$#¾ÏmÎ/4
Karena objek kedua lafaz tersebut adalah sama, yakni
darah, dan hukum keduanya juga sama yaitu diharamkan, maka pengertian lafaz
yang mutlaq tersebut disesuaikan dengan lafaz yang muqayyad.[6]
Mazhab Hanafiah berpendapat bahwa jika lafaz mutlaq
berbeda dengan muqayyad dalam segi hukum dan sebabnya, maka pengertian lafaz
yang mutlaq tidak dapat disesuaikan dengan muqayyad. Contoh perbedaan lafaz
muthlaq dan muqayyad dari segi sebab tapi hukum keduanya sama, adalah Firman
Allah dalam QS 4 (An Nisa) : 92 ;
…
-4`tBurŸ@tFs%$·YÏB÷sãB$\«sÜyzã�ƒÌ�óstGsù7pt7s%u‘7poYÏB÷s•B…
dan dalam QS 58 (Mujadalah) : 3 ;
tûïÏ%©!$#ur -tbrã�Îg»sàãƒ`ÏBöNÍkɲ!$|¡ÎpS§NèOtbrߊqãètƒ$yJÏ9(#qä9$s%ã�ƒÌ�óstGsù7pt7s%u‘`ÏiBÈ@ö6s%br&$¢™!$yJtFtƒ4ö/ä3Ï9ºsŒšcqÝàtãqè?¾ÏmÎ/4ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?׎�Î7yz
Dalam ayat kedua tersebut diterangkan mengenai budak
secara muthlaq, sedang pada ayat pertama disebutkan secara muqayyad, yakni
budak yang beriman. Pengertian lafaz yang muthlaq dalam ayat kedua tersebut,
tidak dapat disesuaikan dengan lafaz muqayyad dalam ayat pertama, karena faktor
yang menyebabkan wajibnya kafarat adalah zhihar, sedang dalam ayat pertama
adalah pembunuhan. Meskipun akibat hukum keduanya adalah sama, yaitu
memerdekakan budak.[7]
Dengan demikian, kafarat zhihar adalah memerdekakan budak
secara muthlaq, sedang kafarat pembunuhan adalah memerdekakan denganqayad yang
beriman.
III. PENUTUP/KESIMPULAN
Muthlaq
ialah lafaz yang menunjukkan pada hakikat lafaz itu apa adanya tanpa memandang
jumlah maupun sifatnya. Sedangkan muqayyad ialah lafaz yang menunjukkan pada
hakikat lafaz tersebut dengan dibatasi sifat, keadaan, dan syarat tertentu.
Jika
hukum dan objek lafaz muthlaq sama dengan lafaz muqayyad, maka disesuaikan
dengan yang muqayyad. Tetapi jika keduanya berbeda dari segi hukum dan
sebabnya, maka pengertian lafaz yang mutlaq tidak disesuaikan dengan lafaz yang
muqayyad.
.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar